Ketahuilah bahwa sifat-sifat
tercela yang mengganggu hati banyak jumlahnya, karena sesungguhnya telah
berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu sabu’iyah (binatang buas),
bahimiyah (bintang), syaihoniyah dan rabbaniyah. Karena semua sifat itu
terkumpul di dalam hati manusia, maka berkumpul pula pada manusia sifat-sifat
binatang, setan dan orang baik.
Binatang adalah simbol dari sifat syahwat dan amarah, sedangkan setan selalu membangkitkan syahwat dan amarah, sementara sifat bijak yang berupa akal diperintah untuk menolak tipu daya setan. Seseorang yang memiliki sifat binatang, ia akan menuruti keinginan syahwatnya dengan menampakkan sifat tak tahu malu, jahat, boros, kikir, riya’, berandal, kesia-siaan, tamak, dengki, dendam dan lainnya serta akan menururti amarahnya dengan menyebarkannya ke dalam hati sifat menonjolkan diri, suka berlaku keji, mungkar, kemewahan, pembual, pendusta, sombong, membanggakan diri, mengejek dan meremehkan orang lain, keinginan berbuat jahat dan kedzaliman, sesat dan lainnya.
Sedangkan mereka yang memiliki sifat setan ia akan menuruti syahwat dan amarah yang menghasilkan sifat licik dan penuh tipu daya, keberanian membabi buta,penyelewengan, penghianatan dan semacamnya. Andai kata semua itu ditanam di bawah kepemimpinan sifat rabbaniyah, niscaya menetaplah dari sifat-sifat rabbaniyah tersebut di dalam hati, yaitu ilmu, hikmah, keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala sesuatu dan segala urusan menurut apa adanya.
Cara membersihkan hati dari sifat- sifat tercela sangatlah tidak mudah. Tata cara pengobatan dan pengamalannya telah terhapus seluruhnya karena manusia lalai akan dirinya dan sibuk dengan kesenangan dunia. Maka berijtihatlah dalam membersihkan hati darinya. Jika seseorang sanggup membersihkannya, maka ia pun akan mengetahui cara menghindarinya. Bilamana tidak sanggup melakukan ini, maka ia lebih tidak sanggup lagi membersihkan sifat-sifat buruk lainnya. Janganlah kita sering berprasangka bahwa diri kita selalu selamat dari dosa karena telah banyak belajar berbagai jenis ilmu, sementara dalam hati kita terdapat sifat dengki, riya’ dan kesombongan.
Nabi Muhammad SAW bersabda :“Tiga perkara menimbulkan kebinasaan, dan tiga perkara menimbulkan keselamatan serta tiga perkara menghapus dosa dan tiga perkara merupakan de rajat-derajat. Adapun perkara- perkara yang membinasakan adalah kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya. Adapun contoh perkara - perkara yang menimbulkan keselamatan ialah berlaku adil dalam keadaan marah dan ridha, berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya, rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi dan terang-terangan.
Adapun perkara yang menghapus dosa ialah salat sesudah salat, menyempurnakan wudhu meski udara dalam keadaan sangat dingin dan melangkahkan kaki untuk salat jamaah.
Adapun derajat - derajat ( pahala
yang diterima di surga) ialah dengan memberi makan orang lain, menyebarkan
salam dan mengerja- kan salat di waktu malam ketika orang-orang sedang terlelap
tidur.” ( H.R.AlBaihaqi ).
Adapun sifat hasad, maka ia adalah cabang dari kekikiran, dendam dan marah.Orang bakhil adalah orang yang enggan membelanjakan hartanya yang dituntut oleh syara’ karena terlalu mencintai harta tersebut dan harga dirinya merasa turun bila menafkahkannya kepada orang lain. Sedangkan syakhih adalah orang yang kikir dengan nikmat Allah SWT yang terdapat dalam perbendaharaan kekuasaan Allah SWT, bukan dalam perbendaharaanNya pada hamba - hamba Allah SWT.
Maka dengan demikian, kekikirannya menjadi lebih besar, karena jenis yang kedua ini mencegah seseorang memberi orang lain sebagaimana ia mencegah seseorang memberi orang lain. Orang yang hasad ialah orang yang merasa berat melihat Allah SWT memberi kenikmatan kepada orang lain dari perbendaharaan kekuasaanNya berupa ilmu atau harta atau kecintaan orang banyak pada dirinya seperti pengikut yang banyak atau jabatan yang melekat pada dirinya.
Bahkan orang yang hasad itu menginginkan lenyapnya suatu kenikmatan yang dimiliki orang lain, meskipun dengan keinginan itu ia tidak mendapatkan sedikit pun dari kenikmatan tersebut. Keinginan ini adalah puncak kekejian dan ini adalah salah satu tingkatan hasad yang pertama. Tingkatan kedua adalah menginginkan kenikmatan itu berada kepadanya karena ia menyukai nikmat itu.
Seperti menyukai sebuah rumah
yang bagus atau wanita yang cantik atau jabatan tinggi atau rezeki yang banyak
yang diperoleh orang lain. Ia ingin memiliki kenikmatan itu dan yang
diharapkannya adalah kenikmatan itu, bukan lenyapnya kenikmatan itu darinya.
Tingkatan ketiga adalah ia tidak menyukai kenikmatan itu untuk dirinya, tetapi
menyukai yang seperti itu.
Jika tidak bisa memperoleh yang seperti itu, maka ia harapkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya supaya tidak nampak perbedaan antara ia dan orang lain. Bagian pertama tidak tercela dan itulah yang dinamakan ghibthah (keinginan seperti orang lain) dan munafasah (persaingan), sedang- kan bagian kedua tercela. Tingkatan keempat adalah menginginkan kenikmatan seperti itu bagi dirinya. Jika tidak memperolehnya, maka ia tidak menginginkan akan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya. Jenis terakhir ini dapat dimaafkan bila mengenai dunia dan justru dianjurkan bilamana mengenai agama. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kedengkian itu akan memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar.” ( H.R. Ibnu Majah ).
Orang yang hasad itu tersiksa di dalam hatinya tanpa belas kasihan dan terus tersiksa di dunia karena sesungguhnya perbuatan dengki itu menimbulkan lima perkara. Pertama, rusaknya ketaatan, kedua, perbuatan maksiat dan kejahatan, ketiga, kepayahan dan kesusahan tanpa faidah, keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa memahami suatu hukum Allah SWT dan kelima, kegagalan dan nyaris tidak bisa mencapai keinginannya. Hal semacam ini akan senantiasa terjadi karena dunia tidak pernah kosong dari banyaknya teman sebaya maupun tetangga yang diberi Allah SWT kenikmatan yang bermacam-macam baik berupa ilmu, harta atau kedudukan.
Maka orang hasad itu akan terus tersiksa di dunia, yaitu terjadinya kesusahan dan kebingungan pada akal dan beban pikirannya sampai akhir hayat, sedangkan siksa akhirat lebih keras dan lebih besar. Bahkan seorang hamba tidak bisa mencapai hakikat iman selama ia tidak menyukai kaum muslimin lainnya apa yang ia sukai bagi dirinya. Artinya kaum muslimin harus ikut bersama kaum muslimin lainnya dalam merasakan kesenangan dan kesusahan. Orang-orang muslim itu seperti bangunan yang sebagiannya manguat- kan sebagian lainnya dan seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota dari nya merasa sakit, maka anggota lainnya akan merasakan sakit.
Adapun riya’ maka ia adalah syirik kecil. Nabi Muhammad SAW bersabda: Hindarilah syirik kecil.” Para sahabat berkata:” Apakah syirik kecil itu?” Nabi SAW menjawab: “Riya’.Semua sifat di atas adalah penyakit kronis yang penyembuhannya bukan tugas para dokter melainkan para murrabi dan para mursyid yang senantiasa sabar dan telaten dalam membimbing keimanan dan perjalanan hati seseorang. Walloohu a’lam. (IH)