Munculnya berita-berita hoaks di era digital
seperti saat ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sejarah mencatat bahwa munculnya
berita hoaks atau berita bohong setua sejarah awal-awal diciptakan manusia.
Kita barangkali sangat familiar dengan cerita Nabi Adam 'alaihissalam
yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi ini. Melalui
anugerah ilmu, Allah memuliakan Nabi Adam di atas malaikat dan iblis. Kemuliaan
tersebut ditandai dengan perintah dari Allah SWT kepada para malaikat dan iblis
agar bersujud (baca: hormat) kepada Nabi Adam. Saat itu, semua patuh bersujud,
kecuali iblis yang dengan kesombongannya menolak untuk bersujud kepada Nabi
Adam AS karena merasa dirinya lebih mulia. Dari sinilah permusuhan iblis dan Nabi
Adam (baca: manusia) dimulai, termasuk munculnya pertama kali berita hoaks dari
iblis kepada Nabi Adam.
Setelah peristiwa itu terjadi, Allah SWT memerintahkan
kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, untuk tinggal di surga dengan bahagia.
Mereka berdua dibebaskan mengambil makanan apa saja dan dari mana saja tanpa
susah payah. Mereka hanya dilarang mendekati satu pohon tertentu, apalagi
sampai memakan buahnya. Bila dilanggar, maka keduanya akan masuk golongan yang dzalim
dan durhaka.
Singkat cerita, iblis pun mencari cara untuk menghilangkan kenikmatan
surga yang dinikmati Nabi Adam dan Hawa. Mereka mendesain sebuah skenario agar Nabi
Adam dan Hawa bisa meninggalkan surga dengan segala kenikmatannya. Dengan penuh
kedengkian, akhirnya iblis membisikkan rayuan jahat kepada Nabi
Adam agar mendekati dan memakan buah dari “pohon keabadian” itu. Iblis
mengatakan bahwa buah dari “pohon keabadian” tersebut akan membuat Nabi Adam dan
Hawa hidup abadi dan memiliki kekuasaan yang langgeng.
“Kemudian setan membisikkan pikiran jahat
kepadanya, dengan berkata: ‘Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon
khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?’.” (QS Taha: 120)
Informasi yang disampaikan iblis tersebut adalah nyata-naya
sebuah hoaks. Informasi tersebut memang tampak manis dan menjanjikan, akan
tetapi dusta dan palsu serta menyesatkan. Karena dampak dari informasi itulah
yang akhirnya membuat Nabi Adam dan Hawa harus meninggalkan surga yang penuh
dengan kenikmatan untuk kemudian tinggal di bumi. Itulah bahaya hoaks. Hoaks
lebih dari sekadar mengelabuhi pengetahuan, melainkan juga menurunkan kemuliaan
manusia.
Dari sepenggal kisah tersebut dapat diketahui bahwa ternyata yang menjadi
pelopor penyebaran informasi yang bersifat hoaks untuk kali pertama adalah
iblis. Dan celakanya apa yang telah dilakukan oleh iblis pada era Nabi Adam
A.S. tersebut kini diikuti oleh umat milenial saat ini. Data Kementrian Kominfo RI, di akhir tahun 2016 menyebutkan
bahwa terdapat 800 ribu situs yang
terindikasi menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. Hoaks banyak disebar secara
masif terutama melalui media sosial.
Oleh karena itu, Al Qur’an secara tegas mengingatkan
kepada kita agar meniliti dan meminta klarifikasi untuk setiap informasi yang
kita terima dari orang lain, khususnya dari orang-orang yang kredibilitasnya dan
kapasitasnya diragukan. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. di dalam Al Qur’an
surat Al Hujurat ayat 6:
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang
yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya
agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang
akhirnya kamu menyesali perbuatan itu (QS. 49: 6).
Imam
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari di dalam tafisrnya
(Ath-Thabari) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “tabayyun” adalah
hendaknya kita meluangkan waktu untuk mengetahui dan meneliti kebenaran sebuah
berita, serta tidak terburu-buru dalam menerima berita tersebut.
Oleh karena itulah, ditengah-tengah masifnya
informasi yang beredar, kita dituntut untuk lebih arif dan hati-hati dalam menyikapi setiap informasi yang kita terima.
Informasi yang diterima jangan langsung ditelan mentah-mentah dan langsung
disebarkan kepada orang lain. Akan tetapi informasi tersebut harus dicari
keabsahannya (baca: tabayyun),
sehingga ketika di sebar, informasi tersebut tidak menimbulkan, masalah baru, kegaduhan, dan fitnah di tengah-tengah masyarakat.
Memang kalau kita mau mencermati, maka hampir
semua konten yang terdapat pada berita-berita hoaks berupa fitnah dan ujaran
kebencian. Padahal, kalau kita mau kembali kepada Al Qur’an, maka lebih dari 14 abad yang lalu, Al-Qurán sudah
memperingatkan tentang bahaya menyebarkan kebencian dan aib orang lain serta
bahaya fitnah. Bagi mereka yang suka menggunjing dan menyebarkan kebencian dan
aib orang lain, diibaratkan orang yang memakan bangkai temannya sendiri. Hal
ini secara eksplisit dijelaskan di dalam surat al-Hujurat ayat 12;
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah
banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah
kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."
Di dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. bersabda:
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Apakah kalian tahu apa itu ghibah?”
Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ghibah adalah
kamu menceritakan sesuatu tentang saudaramu sedangkan ia tidak senang (jika hal
itu diceritakan).” Ditanyakan kepada beliau: “Bagaimana apabila yang aku
katakan ini benar adanya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila engkau mengatakan sesuatu (yang buruk) kemudian itu benar, maka kamu
telah berbuat ghibah, dan apabila yang kamu katakan itu tidak benar, maka kamu
telah menuduhnya (memfitnahnya) (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut kita dapat ditarik sebuah
benang merah bahwa menebar kebencian saja dilarang apalagi sampai pada
persoalan fitnah. Fitnah digambarkan dalam al-Quran sebagai sesuatu yang lebih
kejam dari pembunuhan. Hal ini termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 191;
...dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari
pembunuhan.
Melihat fenomena penyebaran berita hoaks yang sudah
menjadi gaya hidup umat di era digital saat ini, maka sudah seharusnya kita
kembali kepada yang haq (baca: kebenaran) dengan melihat firman Allah
dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 70:
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah
kepada Allah dan sampaikanlah perkataan yang “sadid” (QS. 33: 70)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kata
“sadid” adalah perkataan yang lurus (benar), tidak bengkok dan tidak menyimpang
atau menyesatkan. Sementara itu, menurut Prof.
Dr. Quraish Sihab kata “sadid” dalam pesan di atas bukan hanya berarti “benar”.
Lebih jauh dari itu, beliau menjelaskan, kata ini dalam berbagai bentuknya pada
akhirnya bermuara kepada makna menghalangi atau membendung (dalam arti yang
tidak sesuai, sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna). Atas dasar makna
itulah, para ulama memberikan stressing bahwa hendaknya semua ucapan
kita, apapun bentuk, isi, dan kandungannya, harus sesuai dengan fakta yang ada,
tidak menambah ataupun mengurangi, tidak menjerumuskan, tidak menyesatkan,
namun justru ucapan tersebut harus bisa membawa manfaat dan kemaslahatan.
Sejalan dengan firman Allah tersebut, Di dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. pernah
bersabda:
Dari sahabat Abu Huroiroh r.a., ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah ia
berkata baik atau (jika tidak lebih baik) diam.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dari hadits tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa
seseorang tidak diperbolehkan berbicara kecuali untuk mengatakan sesuatu yang
baik. Dengan kata lain, kalau kita kaitkan dengan konteks kehidupan di era saat
ini, maka seseorang tidak diperbolehkan untuk menyebarkan informasi dan berita
kecuali berita dan informasi tersebut benar adanya dan mendatangkan
kemaslahatan. Apabila ada keraguan tentang kebenaran informasi dan berita
tersebut, maka hendaklah tidak disebarkan. Jangan sampai
kita menjadi setan dan iblis milenial yang suka menyebarkan berita dan informasi hoaks. Karena iblis tidak akan pernah berhenti
untuk menggoda manusia agar menempuh jalan sesat. Wallahu
A’lam bish- showab.
(Oleh:
M. Nur Hidayat, M.Pd)