NU Bontang

Al-Hijrah Sidrap Dalam; Perjalanan Dakwah Paling Menantang *)

 
Ramadhan tak membuat surut semangat para muballigh Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama. Sebagaimana biasanya, setiap bulan suci tiba. Para muballigh akan disebar untuk mengisi acara kultum sebelum rangkaian sholat tarawih digelar, Pun masjid Al-Hijrah yang berada di tepian pelosok kota Bontang. Masjid dengan lokasi yang cukup sulit dijangkau oleh kendaraan umum ini tak terlewatkan sebagai salah satu masjid yang masuk dalam penjadwalan dakwah Ramadhan oleh Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama.

Letaknya yang jauh dari hiruk pikuk kota industri seperti Bontang acap kali memberikan kisah tersendiri bagi muballigh yang terjadwal dakwah di masjid tersebut. Bukan karena posisinya yang jauh dari pusat kota, jalan menuju masjid tersebut bisa dibilang sungguh menyusahkan bagi para pengendara yang melintas. Tanah bercampur pasir sering membuat roda kendaraan selip dan hampir membuat pengendara jatuh dari motor, butuh konsentrasi lebih jika ingin selamat melintasi jalanan yang satu ini.

Tak berhenti disitu, suasana semakin suram saat hujan menghujam tanah liat yang bercampur pasir itu. Jalanan menjadi semakin licin dan berbahaya bagi pengendara. Sedikit saja salah memilih jalan, bisa berakibat fatal dan membuat pengendara tersungkur. Menjadi sesuatu yang benar-benar tidak lucu jika hal ini benar-benar terjadi. Jatuh ditempat sepi, tak dilihat orang. Jatuh sendiri, harus bangun sendiri, tak ada yang memberikan ukuran tangan untuk menolong. Namun untung saja sejauh ini hal ini tak sampai terjadi kepada muballigh Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama.

Melintasi jalanan menuju Al-Hijrah bukan hal yang enteng. Terlebih malam menjelang isya. Bermodalkan cahaya motor, tak cukup membuat jalan sepenuhnya terang. Pernah suatu ketika, salah seorang utusan dari LDNU yang bertugas disana terpaksa harus mengganti bajunya, lumpur yang bercampur pasir nampaknya sedang tak bersahabat.

Untung saja muballigh yang terkenal dengan ulet dan penuh strategi sebagaimana pelatih kesebelasan itu sudah menyiapkan payung sebelum diguyur hujan. Iya, hujan sebagai kata kuncinya. Memang harus benar-benar diingat. Jika hujan turun dan sudah membasahi jalanan menuju masjid Al-Hijrah, nampaknya harus siap-siap membawa baju ganti. Sebab, kemungkinan besar baju yang dikenakan akan terimbas oleh lumpur pasir bercampur tanah liat. Jika demikian apa yang harus dilakukan ?

Nampaknya pengalaman ini harus menjadi catatan tersendiri bagi muballigh yang akan terjadwal disana. Siapkan baju ganti, sebagai bentuk antisipasi jika baju yang dikenakan menjadi kotor lantaran cipratan tanah basah yang tak lagi bisa diajak untuk berdiskusi.

*) Oleh: Miftahul Alim

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama