NU Bontang

BAB PUASA: Qodho Puasa Orang Meninggal


BAB PUASA:
 Qodho Puasa Orang Meninggal

Oleh: Ustadz Ahmad Yusuf Musawwi, S.Pd.I


وَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ فَائِةٌ مِنْ رَمَضَانَ بِعُذْرٍ كَمَنْ اَفْطَرَ فِيْهِ لِمَرَضٍ وَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ قَضَآءِهِ كَأَنِ اسْتَمَرَّ مَرَضُهُ حَتَّى مَاتَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ فِيْ هَاذَ الْفَائِتِ وَلاَ تُدَارَكَ لَهُ بِالْفِدْيَةِ،

Orang mati yg punya tanggungan puasa ramadhon karena udzur seperti disebabkan sakit dan tak bisa mengqodho'inya seperti kondisi sakit yg terus menerus diderita hingga ia mati maka tak ada dosa baginya dan puasa yg tertinggal dari almarhum tidak perlu diganti dg bayar Fidyah.


 وَإِنْ فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ وَمَاتَ قَبْلَ التَّمَكُّنِ مِنْ قَضَآءِهِ اَطْعَمَ عَلَيْهِ اَيْ اَخْرَجَ الْوَلِيُّ عَنِ الْمَيِّتِ مِنْ تِرْكَتِهِ لِكُلِّ يَوْمٍ فَاتَ مُدُّ طَعَامٍ وَهُوَ رِطْلٌ وَثُلُثٌ بِالْبَغْدّادِيِّ وَهُوَ بِالْكَيْلِ نِصْفُ قَدْحٍ مِصْرِيْ وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ هُوَ الْقَوْلُ الْجَدِيْدُ

Jika ia meninggalkan puasa tanpa ‘udzur dan ia meninggal sebelum sempat mengqodho'i puasa yang ditinggalkan, maka sebagai gantinya; hendaklah wali (keluarga almarhum) memberi makanan dari sejumlah hari puasa yang telah ditinggalkan sebesar 1 mud makanan pokok/hari. 1 mud = 675 gram.
Perkara yang telah disebutkan oleh mushonnif (pengarang kitab) di atas adalah qoul jadid (imam syafi’i)

وَالْقَدِيْمُ لاَ يَتَعَيَّنُ اَلْإِطْعَامُ، بَلْ يَجُوْزُ لِلْوَ لِيِّ اَيْضًا اَنْ يَصُوْمَ عَنْهُ بَلْ يُسَنُّ لَهُ ذَالِكَ كَمَا فَيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَصَوَّبَ فِيْ الرَّوْضَةِ اَلْجَزْمَ بِالْقَدِيْمِ.

Menurut pendapat qaul qadim;  hukum di atas tidak tertentu kepada membayar makanan pokok saja akan tetapi ada alternatif lain yaitu wali boleh mengganti puasa almarhum dg cara berpuasa (mengqodho sejumlah puasanya), bahkan hal itulah yg disunnahkan sebagaimana keterangan kitab Syarah Al Muhadzdzab dan pendapat qaul qadim tsb dibenarkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Ar-Raudhoh.

Sahabat nibrosuzzaman indonesia, ucapkan alhamdulillah jika anda paham..jika masih belum paham dan ada persoalan lain terkait pengembangan materi di atas maka anda boleh langsung share dan anggota lain silahkan bantu memberikan pendapatnya...sumonggo...

--------
KETERANGAN TAMBAHAN

Qaul qadim, Qaul artinya pendapat. qadim artinya lama. Sebaliknya qaul jadid yg berarti pendapat yg baru.

Qaul qadim adalah pendapat As Syafi’i yang pertama kali di fatwakan ketika beliau tinggal di Baghdad (Th. 195 H.) , setelah beliau diberi wewenang untuk berfatwa oleh gurunya, yaitu Syeh Muslim bin Kholid (seorang ulama besar yang menjadi mufti di mekah) dan Imam Malik (Pendiri mazhab Maliki dan yang pertama kali mempunyai inisiatif untuk mengumpulkan hadits dalam kitab sunah).

Imam syafi'i pindah ke mesir pada tahun 198 H dg usia saat itu kurang lebih 48 tahun dan berada disana selama 5 tahun. Disinilah Imam Syafi'ie ra meninjau kembali fatwa-fatwa yang dikeluarkan beliau saat di baghdad. Ada yang diantaranya ditetapkan dan ada pula yang direvisi bahkan di mansukhnya.Karena itulah timbul istilah Qoul Qodim dan Qoul Jadid. Qoul Qodim adalah yang di fatwakan di baghdad dan Qoul Qodim dimesir.

Menurut Al Asnawi, qaul qadim merupakan madzhab diluar madzhab Syafi’i dikarenakan kedudukan qaul qadim sudah dihapus (mansukh) oleh qaul jadid, terbukti Imam Syafi’i melarang para muridnya untuk meriwayatkan qaul qadim dan tulisan-tulisan beliau yang terdapat kitab Al Hujjah yang tidak sesuai dengan qaul jadid dihapus dengan menggunakan air (ket. Hamisy Fatawi Al Kurdi).
Meskipun qaul qadim yang telah dicabut ini sebagai pendapat diluar madzhab, namun ada sebagian qaul yang boleh digunakan karena dianggap Rajjih Addilahnya (kuat dalil-dalilnya) menurut penelitian ulama. Diantaranya adalah masalah yg disebutkan pada materi ke 10 pembahasan kita mengenai kesunnahan puasa sebagai ganti puasa yg ditinggalkan oleh kerabat yang wafat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama