Namaku Layla. Lebih dari satu miliar penduduk dunia tengah mencari dan berharap bertemu denganku. Aku tersembunyi dan hanya bisa ditemukan di malam ganjil bulan suci Ramadhan.
Tapi kenapa aku lebih mulia dari seribu bulan? Iya, bulan yang selalu dipandangi oleh para pecinta yang merindukan kekasihnya; bulan yang selalu menginspirasi para pujangga menuliskan perasaan mereka. Aku lebih mulia dari seribu bulan itu. Pada diriku, terkandung berjuta cinta dan perasaan. Tak heran, aku harus disembunyikanNya.
Tafsir ar-Razi mengingatkan kalian bahwa jikalau diketahui keeberadaanku pada malam yang keberapa, namun alih-alih beribadah pada Ilahi, kalian malah melakukan maksiat, maka dosanya pun akan lebih dari seribu bulan. Itu sebabnya kepastian kehadiranku disembunyikan agar tak ada yang berdosa lebih dari seribu bulan. Ketersembunyianku adalah bentuk kasih sayang Allah.
كأنه تعالى يقول: لو عينت ليلة القدر، وأنا عالم بتجاسركم على المعصية، فربما دعتك الشهوة في/ تلك الليلة إلى المعصية، فوقعت في الذنب، فكانت معصيتك مع علمك أشد من معصيتك لا مع علمك، فلهذا السبب أخفيتها عليك،
Ini persis kisah Nabi Saw yang memasuki masjid dan melihat seorang sahabat tengah tertidur. Nabi meminta Sayidina Ali membangunkan orang itu dan menyuruhnya berwudhu. Kata Sayidina Ali, “Ya Rasul, mengapa bukan njenengan sendiri yang membangunkannya?” Jawab Nabi, “Kalau aku yg bangunkan, dan dia membantah diriku, maka dia jadi kafir. Itu sebabnya aku minta engkau saja yang membangunkannya, biar kalau dia membantahmu dia tidak jadi kafir.” Inilah kasih sayang Allah dan RasulNya.
فإذا كان هذا رحمة الرسول، فقس عليه رحمة الرب تعالى، فكأنه تعالى يقول: إذا علمت ليلة القدر فإن أطعت فيها اكتسبت ثواب ألف شهر، وإن عصيت فيها اكتسب عقاب ألف شهر، ودفع العقاب أولى من جلب الثواب
Namaku Layla. Lengkapnya Laylatul Qadr. Para ulama berdebat apakah aku hadir hanya sekali saja, atau setiap tahun aku hadir?
هذه الليلة هل هي باقية؟ قال الخليل: من قال إن فضلها لنزول القرآن فيها يقول انقطعت وكانت مرة، والجمهور على أنها باقية،
Ada ulama yang berpendapat bahwa keutamaan malam itu karena turunnya al-Qur’an dari Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia. Peristiwa agung ini hanya terjadi sekali, dan tidak berulang setiap tahun. Namun mayoritas ulama mengatakan bahwa malam mulia ini hadir setiap tahun, bukan hanya sekali. Kalau cuma sekali, buat apa Rasulullah menyarankan umatnya untuk mencarinya pada 10 malam terakhir di bulan suci?
Lantas pada malam keberapa aku akan hadir menemui kalian?
وقال الحسن البصري: السابعة عشرة، وعن أنس مرفوعا التاسعة عشرة، وقال محمد بن إسحاق: الحادية والعشرون. وعن ابن عباس الثالثة والعشرون، وقال ابن مسعود: الرابعة والعشرون، وقال أبو ذر الغفاري:
الخامسة والعشرون، وقال أبي بن كعب وجماعة من الصحابة: السابعة والعشرون، وقال بعضهم: التاسعة والعشرون
Ada jawaban yang berbeda. Simak saja:
Al-Hasan al-Bashri: malam ke 17
Anas: ke-19
Muhammad bin Ishaq: 21
Ibn Abbas: 23
Ibn Mas’ud: 24
Abu Dzar: 25
Ubay bin Ka’ab dan jamaah sahabat: 27
Yang lain: 29
أني أخفيت هذه الليلة حتى يجتهد المكلف في طلبها، فيكتسب ثواب الاجتهاد
Perbedaan pandangan Sahabat Nabi dan ulama di atas merupakan ijtihad mereka untuk mencari keberadaan diriku. Semua usaha sungguh-sungguh akan mendapatkan pahala ijtihad, yaitu kalau benar dapat dua pahala, kalau salah pun, tetap dapat satu pahala. Enak kan?
Bagaimana mungkin ibadah yang dijalankan pada malam itu, sama sebagaimana dijalankan pada malam lainnya, tapi kok nilainya bisa lebih dari seribu bulan? Bagaimana penjelasannya?
أن الفعل الواحد قد يختلف حاله في الحسن والقبح بسبب اختلاف الوجوه المنضمة إليه، ألا ترى أن صلاة الجماعة تفضل على صلاة الفذ بكذا درجة، مع أن الصورة قد تنتقض فإن المسبوق سقطت عنه ركعة واحدة،
Menurut Tafsir ar-Razi, dapat saja satu amalan yang pada lahirnya sama dengan amalan yang lain, bahkan mungkin pada lahirnya kurang, tetapi bisa mendapat nilai tambah dibanding dengan amalan serupa. Contohnya, shalat yang sama jika dilakukan berjama’ah bisa mendapat pahala 27 kali lebih banyak dibanding shalat sendirian. Padahal shalatnya sama, bacaan dan gerakannya juga sama.
Begitu juga dengan makmum yang terlambat (masbuq) dapat langsung ruku’ bersama Imam tanpa membaca al-Fatihah, namun pahalanya 27 kali lebih banyak ketimbang shalat sendirian yang sempurna dengan bacaan al-Fatihah.
Inilah penjelasan kenapa ibadah yang sama namun dilkukan di malam yang mulia, maka nilainya bisa melebihi seribu bulan.
Namaku Layla. Aku lebih mulia dari seribu bulan. Semoga aku bertemu dengan kalian.
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School
Posting Komentar