Pada setiap tanggal
sembilan Dzulhijjah, umat Islam dari berbagai penjuru dunia yang melakukan
ibadah haji berkumpul di Arafah. Di padang Arafah semua jamaah haji dari
berbagai bangsa dan suku, dengan berbagai macam status sosial, para pemimpin
dan rakyat jelata, semua menyatu dengan alam dalam naungan keagungan Ilahi.
Dengan berpakaian sangat sederhana, tidak lagi terdapat perbedaan, semua
sama/setara, semua melepaskan atributnya masing-masing.
Mereka menyatu sebagai hamba-hamba Allah yang asli alami,
tidak berhias, tidak bermake-up, tidak membanggakan diri, mereka larut dalam
alam yang amat bersahaja, larut dalam keagungan Maha Pencipta untuk memenuhi
panggilan-Nya dengan ikhlas dan pasrah. Bagi umat Islam yang tidak melakukan
ibadah haji, menyambut hari itu dengan puasa Arafah, puasa sunnah dalam rangka
beribadah dan ikut prihatin terhadap saudara-saudaranya yang sedang melakukan
wukuf di sana.
Lebih empat belas abad yang lalu, di padang Arafah
yang tandus itu, yang kini ditumbuhi pohon-pohon menghijau, Rasul Muhammad SAW menyampaikan pesan kemanusiaan dan perdamaian. Dalam pidato
perpisahannya di sana, juga dalam rangka ibadah haji, yang disebut sebagai haji
wada’ atau haji perpisahan sebagai ibadah haji terakhir sebelum beliau wafat.
Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta itu menyampaikan pesan-pesan
kemanusiaan yang amat mengharukan, berkesan mendalam sampai ke lubuk hati:
“Wahai sekalian umat
manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek moyangmu juga satu,
kamu semua berasal dari Adam. sedangkan Adam berasal dari tanah. (HR. Ahmad,
23536).
Dalam hadis yang
lain, persamaan kemanusiaan dan haknya diperinci Lebih lengkap, yaitu
“Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah sesungguh-nya Tuhanmu Satu (Esa). Nenek moyangmu juga satu. Ketahuilah, tidak ada
kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada
kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang
yang berkulit merah (puith) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan
yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), kecuali dengan
taqwanya”. (HR. Ahmad, 22978).
Pidato
perpisahan yang amat singkat ini membuat para sahabat Nabi terharu, sehingga
pakaian ihram mereka yang putih bersih itu bersimbah air mata. Hal itu
menandakan bahwa pesan ini sangat berkesan dan sangat berpengaruh pada perilaku
mereka. Misi perdamaian dan persamaan hak inilah yang kemudian dikembangkan dan
diperjuangkan para sahabat Nabi. Dalam waktu yang singkat, kemudian mereka
menjadi umat yang besar dan berwibawa yang senantiasa menegakkan kebenaran dan
keadilan.
Konsepsi
kemanusiaan dalam Islam begitu luhur, semua manusia memiliki hak dan kewajiban
yang sama. Kita semua adalah bersaudara, tidak ada perbedaaan antara satu
dengan lainnya, kecuali dengan iman dan amal perbuatannya atau dengan takwanya. Sebagaimana firman Alloh SWT dalam Surat Al Hujurat ayat 13 berikut.
Dalam
Ayat yang lain:
“Sesungguhnya orang-orang
mukmin itu bersaudara, karena itu damaikan-lah antara kedua saudaramu"
(QS. al-Hujarat,49: 10).
"Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kelompok mencela kelompok yang lain,
karena boleh jadi mereka yang dicela lebih baik dari mereka yang mencela....”
(QS. al-Hujarat,49: 11).
Beberapa ayat tersebut jelas sekali mengarahkan umat
manusia agar senantiasa menjalin persaudaraan terhadap sesamanya, saling
berbuat baik, saling berpesan mengenai kebenaran, ketabahan dan kesabaran.
Dalam beberapa wasiat Nabi Muhammad SAW banyak sekali dipesankan, agar umat
manusia senantiasa menjalin ukhuwah atau persaudaraan dan senantiasa menjalin
hubungan dengan Allah, hubungan dengan
sesama manusia dan hubungan
dengan alam sekitarnya. Nabi bersabda:
“Engkau dapati
orang-orang yang beriman, dalam hal saling mengasihi, saling mencintai, dan
beriba hati antara mereka bagaikan tubuh yang satu. Apabila salah satu anggota
tubuh merasa sakit, maka dirasakan sakit pula oleh seluruh tubuhnya sehingga
sulit tidur dan demam”. (HR. Bukhari, 6011, Muslim, 2586).
Dalam Hadits yang lain:
“Barangsiapa
yang tidak bersikap kasih terhadap sesamanya maka Allah tidak mengasihinya”.
(HR. Bukhari, 6013, Muslim, 2319).
Pesan Arafah
yang mulia itu akan tetap abadi, yang dapat kita petik dari pesan itu kali ini,
bagaimana kita dapat membangkitkan kembali semangat persaudaraan dan ukhuwah di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pesan itu benar-benar terwujud dalam
kehidupan sehari-hari. Peranan para dai dan tokoh masyarakat sangat penting
dalam memasyarakatkan pesan-pesan
kemanusiaan ini. Kita semua senantiasa berpegang kepada wasiat Nabi yang
disampaikan kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari, ketika keduanya
dilantik sebagai gubernur di Yaman bagian Barat dan Timur:
“Permudahlah,
jangan kamu persulit, gembirakanlah, jangan kamu takut-takuti, saling
mentaatilah kamu berdua dan jangan bersilang sengketa”. (HR Muslim, 1732).
Hikmah yang dapat dipetik:
Pertama Ukhuwah Islamiyah
Kita sebagai
orang mukmin adalah bersaudara dalam hal ini kita harus saling mengasihi,
saling mencintai, dan beriba hati antara kita semua bagaikan tubuh yang satu.
Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka dirasakan sakit pula oleh
seluruh tubuhnya bahkan jika terasa sakit hingga sulit tidur dan demam. Tuhan
Kita Alloh SWT yang Maha Satu (Esa). Nenek moyang kita juga satu. Tidak ada
kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada
kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang
yang berkulit merah (puith) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan
yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih). semuanya setara.
Hal yang
sangat penting bagi umat islam agar senantiasa menjalin persaudaraan terhadap
sesamanya, saling berbuat baik, saling berpesan mengenai kebenaran, ketabahan
dan kesabaran. Semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua
adalah bersaudara, tidak ada perbedaaan antara satu dengan lainnya. Yang
memberikan perbedaan adalah iman dan amal perbuatan sholihnya serta taqwanya.
Kedua Pesan
Kemanusiaan
Alloh SWT
memberikan peringatan, bahwa barangsiapa yang tidak bersikap kasih terhadap
sesamanya maka Allah tidak mengasihinya. Bahkan Nabi Muhammad SAW memberikan
pesan agar kita sebagai
manusia yaitu makhluq sosial senantiasa memberikan kasih sayang terhadap
sesama, jika menjadi pimpinan hendaklah bisa memberikan kemudahan, jangan
memberikan kesulitan, memberikan kegembiraan, jangan menakut-takuti, saling
membangun dan jangan bersilang sengketa.
Konsepsi kemanusiaan dalam Islam begitu tinggi dan luhur, tidak ada strata
ataupun kasta, semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kita semua
adalah bersaudara, tidak ada perbedaaan antara satu dengan lainnya.
Ketiga Mengenal Jati diri
Kata Arafah secara bahasa berasal dari kata 'arafa yang berarti mengenal,
mengenali, atau mengetahui. Arafah dapat dipahami sebagai momen mengenal jati
diri masing-masing, mengenal dari mana ia berasal dan hendak ke mana ia
kembali.
Pengenalan terhadap jati diri manusia sangat penting agar sisa-sisa
perjalanan hidup yang tidak gratis, melainkan harus dipertanggungjawabkan ini,
dapat terkontrol. Tanpa pengenalan jati diri, seseorang sering kali menjadikan
dirinya manusia yang sombong dan egois dengan penemuan jalan hidupnya.
Sering kali manusia sulit mengajak hati untuk mampu berdialog dengan diri, karena
tertutupi hawa nafsu dan kemauan nafsu syaithaniyah. Namun, semua orang saat
wukuf di Arafah kebekuan hawa nafsu itu bisa mencair dengan mudah karena semata
oleh rahmat Allah SWT.
Posting Komentar