NU Bontang

Khutbah Jumat: Etika bertetangga



 Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ 
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي الْقُرْآنِ العَظِيْمِ:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

 

Maasyiral Muslimin rahimakumullah.

Orang terdekat dalam kehidupan sehari-hari kita selain keluarga adalah tetangga. Islam memberikan ruang besar dan menaruh perhatian khusus terhadap masalah tetangga. Saking besarnya perhatian itu sampai nabi mengira bahwa tetangga akan mendapatkan hak waris karena begitu seringnya malaikat Jibril berpesan kepada nabi agar berbuat baik kepada mereka. Sebagaimana yang pernah beliau sabdakan:

 

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِيْنِيْ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
 (متفقٌ عَلَيهِ)

 

Artinya: "Tidak henti-hentinya Jibril berpesan kepadaku supaya berbuat baik kepada tetangga hingga aku menyangka bahwa tetangga itu akan diberi hak waris." (HR. Bukhori dan Muslim)

 

Lantas siapakah tetangga itu? Apa saja hak-haknya? Dan kewajiban apa saja yang harus kita lakukan kepada mereka? Tetangga dalam definisi sederhana dapat kita maknai sebagai  orang-orang yang rumahnya berada disekitar kita. Adapun makna yang lebih detail lagi kita dapat merujuk pada apa yang penah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

 

أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الْجَارِ؟ فَقَالَ: " أَرْبَعِينَ دَارًا أَمَامَهُ، وَأَرْبَعِينَ خَلْفَهُ، وَأَرْبَعِينَ عَنْ يَمِينِهِ، وَأَرْبَعِيْنَ عَنْ يَسَارِهِ "

 

Artinya: "Sesungguhnya nabi ditanya tentang masalah tetangga, beliau berkata: tetangga yaitu empat puluh rumah didepan, empat puluh rumah dibelakang, empat puluh rumah disebelah kanan dan empat puluh rumah disebelah kiri." (HR. Bukhori)

 

Maasyiral Muslimin rahimakumullah.

Karena jaraknya yang begitu dekat dengan kita, maka tentu interaksi dengan mereka tak dapat dielakkan. Tetapi bukan itu alasan yang mendasar, karena memang sejatinya kita adalah makhluk sosial yang tak dapat lepas dari membutuhkan dan berinteraksi terhadap yang orang lain. Terlebih kepada orang-orang yang rumahnya berada disekitar kita yaitu tetangga.

 

Dalam kehidupan nyata, mungkin diantara kita pernah terlibat perbedaan yang berujung dengan permusuhan dengan tetangga kita. Entah itu permusuhan yang diekspresikan dengan tidak tegur sapa atau sampai dengan pertengkaran mulut bahkan fisik. Ini bagian dari dinamika sosial yang keberadaannya sangat-sangat memungkinkan akan terjadi. Walaupun demikian, tentu hal ini tidak bisa dibenarkan karena dianggap sebagai dinamika sosial. Harus ada upaya untuk menekan agar hal demikian tidak terjadi. Karena konsekuensinya sangat besar jika kita pernah memperlakukan tetangga kita tidak dengan baik. Walaupun itu hanya sebatas melalui lisan. Sebagaimana hadits nabi sebagai berikut:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنَّ فُلَانَةً تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ، وتفعلُ، وتصدقُ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا بِلِسَانِهَا؟ فَقَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا خَيْرَ فِيهَا، هِيَ من أهل النار".

 

Artinya: "Dari Abu Hurairah R.A berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya, "Ya Rasul, sungguh ada perempuan yang mendirikan melakukan shalat di malam hari, ia juga puasa di siang hari, ia beramal, ia juga bersedekah, dan ia menyakiti tetangganya dengan lisannya", maka beliau menjawab, "tidak ada kebaikan baginya, dia dari ahli neraka." (HR. Bukhori)

 

Sungguh sebuah konsekuensi yang sangat berat akan kita dapatkan ketika kita pernah menyakiti tetangga kita, bahkan jika itu dilakukan hanya dengan lisan. Nilai pahala shalat, puasa, amal, sedekah tidak menyisakan suatu apapun. Dan yang lebih menakutkan lagi adalah neraka telah menanti bagi orang-orang yang suka menyakiti tetangga walaupun hanya dengan lisannya. Menjaga lisan dari menyakiti tetangga adalah bagian dari rambu-rambu yang telah diatur oleh Islam. Rambu-rambu disini tentu untuk kita terapkan. Untuk kita amalkan sebagai bentuk pengamalan yang telah diajarkan dalam Islam, bukan untuk menuntut tetangga kita agar berbuat demikian terhadap kita. Mari kita berusaha mengendalikan lisan kita agar ucapan yang keluar dari lisan ini tidak menjadi pisau yang bisa menyakiti hati orang lain terutama orang-orang yang berada disekitar kita yakni tetangga.

 

Maasyiral Muslimin rahimakumullah.

Kedua, adalah sebisa mungkin untuk berbagi kepada mereka. Tentang berbagi kepada tetangga, Rasulullah SAW telah mengajarkan kita dengan cara yang sangat sederhana. Artinya, tak perlu menunggu kita memiliki sesuatu yang berlebih jika ingin berbagi. Tidak perlu menunggu hal yang mewah. Jika kemampuan kita hanya dapat berbagi kuah saja, maka lakukanlah. Itulah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam salah satu sabda beliau yang disampaikan kepada sahabat Abu Dzar:

 

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَ هَا، وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ

 (رواه مسلم)

 

Artinya: "Wahai Abu Dzar, Apabila engkau memasak kuah sayur, maka perbanyaklah airnya dan berikanlah sebagian kepada tetangga (HR. Muslim)

 

Maasyiral Muslimin rahimakumullah.

Sesederhana itu kebaikan yang diajarkan dalam Islam. Maka tak lagi perlu menunggu merasa mampu kemudian baru berbagi. Apa yang kita miliki saat ini, jika memungkinkan untuk diberikan maka berbagilah. Terkadang setan membisiki kita bahwa apa yang akan kita berikan kepada tetangga bukan sesuatu yang pantas. Sehingga kita menunda untuk memberi. Padahal tidak demikian. Memberi bukan tentang apa yang diberi. Tetapi dengan memberi kita telah menunjukkan sebuah perhatian. Menunjukkan kasih sayang kepada sesama. Terlebih, jika ada diantara tetangga kita yang taraf ekonominya kurang mampu. Maka tentu yang seperti ini harus diberi perhatian lebih. Jangan sampai kita dirumah merasa kenyang dan puas memakan apa yang kita inginkan sementara tetangga kita ada yang kelaparan. Rasulullah SAW bersabda:

 

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ، وجارُه جَائِعٌ (رواه البخارى)

 

Artinya: “Tidaklah disebut Mukmin orang yang kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan.” (HR. Bukhori)

 

Adapun rambu-rambu ketiga adalah tidak mengambil hak tetangga. Yang juga perlu menjadi perhatian kita adalah masalah hak tetangga. Yang tidak jarang terjadi dalam masalah ini adalah hal ihwal batas tanah yang kita miliki. Saat kita membangun rumah, hendaknya batas dari bangunan tersebut tidak pas dengan batas tanah kita. Misal, jika kita memiliki tanah seluas 10x10 meter seyogyanya kita tidak mendirikan bangunan seluas itu pula. Tidak pas dengan ukuran tanah kita. Kenapa demikian? Ada hal yang harus kita perhatikan, yakni tempat pembuangan air yang berasal dari atap bangunan rumah kita. Karena standar bangunan biasanyaa akan ada spare untuk talang yang menjorok keluar kurang lebih ukuran setengah meter. Kalau bangunan yang kita bangun pas dengan ukuran tanah yang kita miliki maka talang yang menjorok keluar itu akan memakan hak tanah orang lain. Sekilas terlihat sepele, padahal disini ada hak orang lain yang telah kita ambil. Rasulullah SAW bersabda:

 

مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنَ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ (متفق عليه)

 

Artinya: "Siapa yang berbuat zalim (dengan mengambil) sejengkal tanah, maka akan dikalungkan di lehernya tujuh lapis bumi." 

 

Maasyiral Muslimin rahimakumullah.

Lantas bagaimana jika sudah terlanjur? Seandainya sudah terlanjur demikian, maka seyogyanya kita meminta ridha atau memberikan ganti sewa atau memberikan sejumlah tebusan atas tanah orang yang kita ambil haknya. Hal ini tentu menjadi pilihan terbaik daripada kelak di akhirat kita akan dituntut atas apa yang tengah kita perbuat. Lebih baik hak kita yang dimakan orang lain daripada kita yang memakan hak orang lain.

 

Tetangga adalah sesuatu yang tidak bisa kita nafikan keberadaannya. Jika kita ingin memiliki tetangga yang baik, tentulah kita harus bisa menjadi tetangga yang baik pula bagi tetangga kita. Mereka adalah orang-orang yang berpotensi menjadi penolong utama bagi kita saat kita membutuhkan. Entah itu tenaga, pikiran ataupun finansial. Apalagi bagi perantau yang jauh dari sanak saudara dan keluarga. Mari kita jalin hubungan yang baik dengan mereka. Sehingga kita masuk dalam kriteria apa yang pernah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW:

 

"Dari Abdullah bin Umar r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik teman adalah yang paling baik terhadap temannya. Dan sebaik-baik tetangga adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya". (HR. At-Tirmi)

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ  

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

versi pdf silahkan download disini

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama