Oleh: KH. Makruf Khozin
Semua pastinya menginginkan meraih Lailatul Qadar dengan ibadah. Namun banyak yang memiliki uzur, khususnya ibu-ibu. Sebenarnya juga banyak dari laki-laki, seperti yang bertugas menjadi sekuriti, mudik, bekerja malam hari dan sebagainya.
Nabi shalallahu alaihi wasallam memberi keringanan kepada orang-orang yang punya uzur, andai tidak ada uzur mereka akan beribadah, maka mereka tetap dicatat mendapat keutamaan ibadah tersebut:
«ﺇﺫا ﻣﺮﺽ اﻟﻌﺒﺪ، ﺃﻭ ﺳﺎﻓﺮ، ﻛﺘﺐ ﻟﻪ ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻌﻤﻞ ﻣﻘﻴﻤﺎ ﺻﺤﻴﺤﺎ»
Jika seseorang sakit atau bepergian maka ia dicatat seperti seseorang yang beramal dalam keadaan berdomisili dan sehat (HR Al-Bukhari)
Ibadah yang dilakukan di malam Lailatul Qadar juga tidak harus salat atau di masjid, sebagaimana disampaikan oleh Sahabat:
وَأَخْرَجَ عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ : الْعَمَلُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَالصَّدَقَةُ وَالصَّلاَةُ وَالزَّكَاةُ أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Anas berkata: “Amal ibadah di malam Lailatul Qadar, sedekah, salat dan zakat adalah lebih utama daripada 1000 bulan” (al-Hafidz as-Suyuthi dalam ad-Durr al-Mantsur 10/303)
Pada sesi tanya jawab ada seorang ibu yang bertanya: "Bagaimana jika suami sudah minta dan saya penuhi, terus giliran malam Lailatul Qadar minta lagi, apa boleh saya menolak permintaan suami?"
Ini pertanyaan yang sulit dipahami oleh orang yang belum menikah. Sebab objek permintaan tidak disebutkan. Anehnya ibu-ibu Jemaah tertawa semua. Saya mewakili bapak-bapak tentu menyarankan agar tidak ditolak, kasihan suaminya. Bisa "Linglung" mendadak. Saya jelaskan bahwa berhubungan suami-istri adalah berpahala, seperti dalam hadis:
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ »
Sahabat menanyakan apakah jika kami menyalurkan syahwatnya berpahala?” Nabi: “Jika berzina mendapatkan dosa maka berhubungan secara halal mendapatkan pahala” (HR Muslim)
Posting Komentar