NU Bontang

Dzikir Sebagai Obat Penyakit Hati: Menghilangkan Kesombongan dan Kedengkian

oleh: Guru Bahri


Diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik r.a., suatu ketika ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah saw. Ia bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasul, jika kesombongan dan kedengkian itu merupakan penyakit hati, bagaimana cara saya menyembuhkannya?" Rasulullah saw. pun menjawab, "ذِكْرُ اللّٰهِ شِفَاءُ الْقُلُوْبِ", "Berdzikir kepada Allah adalah penyembuh hati." (HR. Ad-Dailami). Jawaban ini menyiratkan bahwa dalam Islam, penyembuhan hati dari berbagai penyakit batin dimulai dengan mengingat Allah melalui dzikir.


Penyakit hati seperti kesombongan dan kedengkian adalah kondisi batin yang dapat mengganggu ketenangan jiwa dan menghalangi seseorang dari kebahagiaan sejati. Kesombongan adalah sikap merasa lebih tinggi daripada orang lain, sementara kedengkian adalah kebencian terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain. Kedua sifat ini tidak hanya merusak hubungan antarindividu, tetapi juga menghalangi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Rasulullah saw. menunjukkan bahwa dzikir, atau mengingat Allah, adalah kunci untuk mengatasi penyakit-penyakit batin ini.


Dzikir bukan hanya aktivitas lisan, tetapi juga melibatkan hati dan pikiran. Saat seseorang berdzikir, ia menghubungkan hatinya dengan Allah, mengingat kekuasaan-Nya, kasih sayang-Nya, dan kedekatan-Nya. Proses ini membantu menumbuhkan rasa rendah hati di hadapan Allah, menyadari bahwa semua yang dimiliki manusia hanyalah titipan-Nya. Dengan kesadaran ini, kesombongan akan luntur karena seseorang menyadari bahwa keagungan hanyalah milik Allah, bukan milik manusia.


Selain itu, dzikir juga membantu menghilangkan kedengkian. Ketika hati selalu diisi dengan ingatan kepada Allah, maka perasaan buruk terhadap orang lain perlahan akan sirna. Dzikir mengajarkan manusia untuk bersyukur atas apa yang mereka miliki dan menerima takdir dengan lapang dada. Dengan begitu, kedengkian terhadap nikmat yang diterima orang lain tidak lagi memiliki tempat dalam hati. Seseorang yang banyak berdzikir akan cenderung melihat kehidupan dari perspektif yang lebih luas, di mana segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah.


Rasulullah saw. mengajarkan bahwa dzikir bukan hanya sekadar ritual, tetapi sebuah terapi spiritual. Hati yang selalu terhubung dengan Allah melalui dzikir akan menjadi hati yang sehat dan tenang. Ketenangan hati ini akan membawa kedamaian dalam kehidupan sehari-hari, menjauhkan seseorang dari perasaan gelisah, cemas, dan marah yang sering kali menjadi sumber utama kesombongan dan kedengkian.


Manfaat dzikir tidak hanya dirasakan secara spiritual, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan emosional dan mental seseorang. Sains modern telah menunjukkan bahwa meditasi atau aktivitas yang mirip dengan dzikir, seperti mindfulness, dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, dan depresi. Dalam konteks Islam, dzikir adalah bentuk meditasi yang paling sempurna karena tidak hanya menenangkan pikiran, tetapi juga mengisi jiwa dengan energi positif yang datang dari hubungan dengan Sang Pencipta.


Dalam kehidupan yang penuh dengan kompetisi dan tekanan, seringkali seseorang lupa untuk berhenti sejenak dan mengingat Allah. Mereka terjebak dalam lingkaran kesombongan dan kedengkian, mengejar duniawi tanpa menyadari bahwa kedamaian sejati hanya bisa ditemukan dengan mengingat Allah. Dzikir menjadi solusi yang sangat sederhana namun mendalam untuk mengobati hati dari penyakit-penyakit yang menggerogotinya.


Oleh karena itu, Rasulullah saw. menegaskan pentingnya dzikir sebagai obat bagi hati. Dengan menjadikan dzikir sebagai bagian dari rutinitas harian, kita dapat menjaga hati kita tetap bersih dari penyakit-penyakit batin seperti kesombongan dan kedengkian. Dzikir bukan hanya ibadah lisan, tetapi juga sarana untuk meraih ketenangan jiwa, kebahagiaan sejati, dan kedekatan dengan Allah.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama