Spirit berkurban tidak hanya untuk menyejahterakan fakir miskin
dengan membagikan dagingnya, tapi juga merupakan momentum untuk menjalin
solidaritas dan semangat gotong royong. Saat hari raya Nahar (Idul Adha),
masyarakat berbondong-bondong meramaikan dan saling bantu-membantu menyukseskan
pelaksanaan ibadah kurban, mulai dari proses penyembelihan, pembagian hingga
melahap dagingnya secara bersama-sama.
Semangat kebersamaan juga terjalin di kalangan pihak yang
berkurban. Sering dijumpai praktik patungan atau kongsi untuk membeli binatang
kurban, misalnya di sekolahan, mitra kerja dan tempat lainnya. Sebagian di
antaranya patungan membeli kambing, ini biasa terjadi untuk mereka yang
terkendala dana. Bagaimana hukumnya?
Syariat telah menetapkan standar maksimal jumlah kapasitas
mudlahhi (orang yang berkurban) untuk per satu ekor hewan kurban, yaitu unta
dan sapi untuk tujuh orang, sementara kambing hanya sah dibuat kurban satu
orang. Oleh sebab itu, bila melampaui batas ketentuan ini, binatang yang
disembelih tidak sah menjadi kurban, misalnya patungan sapi untuk delapan orang
atau kambing untuk dua orang. Ketentuan ini berlandaskan pada hadits:
عَنْ جَابِرٍ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ:
«خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ
فَأَمَرَنَا أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي
بَدَنَةٍ
“Dari jabir, beliau berkata kami keluar bersama Rasulullah
seraya berihram haji, lalu beliau memerintahkan kami untuk berserikat di dalam
unta dan sapi, setiap tujuh orang dari kami berserikat dalam satu ekor unta,”
(HR Muslim).
Dan hadits:
أَنَّ أَبَا أَيُّوبَ
الْأَنْصَارِيَّ قَالَ كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ
عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ. ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاة
“Sesungguhnya Abu Ayyub al-Anshari berkata, ‘Kami dahulu
berkurban dengan satu kambing, disembelih seseorang untuk dirinya dan
keluarganya, kemudian manusia setelahnya saling membanggakan diri maka menjadi
ajang saling membanggakan (bukan ibadah)’,” (HR Imam Malik bin Anas).
إرسال تعليق