KH Abuya Muhtadi Dimyathi Al-Bantany yang bernama kecil Ahmad Muhtadi dilahirkan di Kampung Cidahu, Desa Tanagara, Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Beliau terlahir dari pasangan KH Abuya Dimyathi bin KH M. Amin Al-Bantany dan Nyai Hj. Asma' binti KH ‘Abdul Halim Al-Makky pada 26 Desember 1953 M/ 28 Jumadal Ula 1374 H.
Pendidikan agama awal diperolehnya waktu masih sekolah di SR Tanagara dari ibundanya, karena ayahandanya, Abuya Dimyathi Amin pada waktu itu masih siyahah (berkelana) di pondok-pondok pesantren di nusantara sekaligus bersilaturahim, bertabarruk dan tholab (menuntut ilmu) pada para ulama sepuh kala itu.
Setelah tamat SR pada tahun 1965 M, beliau diajak oleh ayahandanya untuk ikut siyahah (merantau/mengembara) sambil terus menerus digembleng pendidikan agama dalam pengembaraan selama 10 tahun. Dan pada tahun 1975 M, beliau mengikuti ayahandanya iqomah di Kampung Cidahu, Desa Tanagara, Kec. Cadasari Kab. Pandeglang, Banten sambil merintis pondok pesantren.
Meski telah memimpin pesantren, bukan berarti beliau berhenti digembleng oleh ayahandanya, karena beliau masih terus menerus dihujani lautan ilmu oleh ayahanda beliau sampai akhir hayat ayahanda beliau pada 3 Oktober 2003 M/ 7 Sya’ban 1424 H. Walhasil beliau badzlul wus’i, mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mendalami ilmu agama selama 38 tahun dan berhasil mengkhatamkan banyak kitab ulama salaf dari berbagai fan (cabang) sampai berulang ulang dan dikaji dengan sistem pendidikan pesantren salaf huruf demi huruf.
Dari fan ilmu tafsir, beliau mengkhatamkan Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabary (tafsir terbesar) dan Tafsir Ibnu Katsir. Dari fan qiro'ah, beliau tidak cuma ahli dalam Qiro'ah Sab’ah tapi juga ahli dalam Qiro'ah ‘Asyaroh disamping juga Hafidz Al-Qur'an. Dari fan ilmu Al-Qur'an, beliau mengkhatamkan Al-Burhan, Al-Itqon dan lain-lain. Dari fan hadits ia mengkhatamkan Kutub As-Sittah, dari fan fiqih ia sampai mengkhatamkan Tuhfatul Muhtaj, Mughnil Muhtaj, Asnal Matholib, dan dari fan-fan lainnya yang ada 14 Fan.
Tidaklah berlebihan kalau beliau disebut dengan Mufti Asy-Syafi’iyyah karena sudah mengkhatamkan dan menguasai 4 Kitab pedoman Muta'akhkhirin As-Syafi’iyyah (Tuhfatul Muhtaj, Mughnil Muhtaj, Nihayatul Muhtaj, Asnal Matholib) dan Kitab Raudlatut Tholibin (Pegangan Para Mufti), dan disebut dengan Al-Mutafannin (Orang yang menguasai berbagai Fan Ilmu Agama), dan disebut dengan Al-Musnid karena sudah disahkan untuk mengijazahkan Kitab Sanad Kifayatul Mustafid karangan Syaikh Mahfudz At-Tarmasy, dan disebut dengan Al-Mursyid karena beliau juga menguasai 14 fan Thariqah dan menjadi Mursyid Thariqah Asy-Syadziliyyah, dan disebut dengan Syaikhul Masyasikh (Kyainya Para Kyai) karena di setiap hari terutama hari Sabtu, Ahad dan Senin di Majlis Ta’lim beliau berkumpul para kiai alim ulama seantero Banten untuk menyerap ilmu agama tingkat tinggi yang beliau ajarkan meneruskan Majlis Ta’lim yang diasuh oleh ayahanda beliau.
Dan pada saat ini, beliau membaca dan mengajarkan Kitab Raudlatut Tholibin, Mughnil Muhtaj, Tuhfatul Muhtaj, Nihayatul Muhtaj, Al-Ihkam Fi Ushulil Ahkam, Al-Ghunyah Li Tholibi Thariqil Haq, Ihya Ulumiddin, Shohih Muslim, An-Nasyr Fi Qiro'atil ‘Asyr dll. Dan yang sangat jarang dimiliki oleh orang lain adalah ketajaman Bashirah/Mata Bathin beliau, karena beliau adalah seorang ulama yang ahli tirakat, bahkan semenjak umur 18 tahun sampai sekarang beliau masih menjalani Shaumuddahri/ puasa setiap hari bertahun-tahun.
Sumber : A.Khoirul NU Online
إرسال تعليق