Warga dan pengurus NU sejak awal berdiri, tidak hanya memikirkan
organisasi sendiri. Namun, juga merespon perkembangan negara sendiri dan dunia
Islam pada umumnya.
Khusus untuk Palestina, NU memberikan perhatian yang lebih khusus.
Tidak hanya dukungan moral, tapi juga material dalam bentuk uang.
Pada sisi dukungan moral, PBNU melalui majalah yang terbit dwimingguan,
yaitu Berita Nahdlatoel Oelama dari edisi 1-24 tahun 1355 H atau 1936 M, setiap
kali terbit selalu menginformasikan nasib Palestina.
Dari sisi dukungan material, selepas Kongres NU ke-14 di Magelang, PBNU
memerintahkan seluruh cabang mengedarkan celengan iuran derma untuk yatim dan
janda di Palestina. Hal itu, dimuat pada Berita Nahdlatoel Oelama No 1 tahun
ke-8, edisi 8 Ramadhan 1357 H bertepatan dengan 1 November 1938 M.
Kongres ke-14 di Magelang, maka seloeroeh tjabang NO telah
diperintahkan mendjalankan kepoetoesan ya’ni mengidarkan tjelengan derma goena
jatim dan djanda di Falisthina, selama dan di dalam madjelis-madjelis
rajabijah di dalam boelan radjab jang baroe laloe ini.
Namun sayangnya, pungutan itu mendapat banyak halangan dari pihak yang
berwajib (penjajah Belanda) sehingga di beberapa tempat, pungutan itu dilarang
sekali, misalnya di Amboeloe Jember, tetapi dibolehkan Jember sendiri,
Situbondo, Bangkalan, Sumenep, Pasuruan, Bangil dan lain-lain.
Padalah pada 12 Agustus tahun itu, PBNU telah berkirim surat kepada Poerkeroel
Jenderal di Batavia bahwa NU seluruh Indonesia menjalankan pungutan derma untuk
yatim dan janda di Palestina dan akan menjalankan Qunut Nazilah untuk
keselamatan umat Islam Palestina.
Sejak surat itu dikirimkan, tidak ada keberatan balasan surat dari
Poerkeroel Jenderal. Karena itulah maka PBNU berkeyakinan Poerkeroel Jenderal
tidak melarang pungutan itu. Karena berdasarkan aturan yang ada, hanya
Poerkeroel Jenderal yang membolehkan dan melarang kegiatan semacam itu
berdasarkan Pasal 1 Staastblad 1932 No 559.
إرسال تعليق