Dalam struktur organisasi keagamaan NU ada Rais Aam dan Ketua Umum (Ketum), juga ada Mustasyar (penasehat) dan A'wan. Rais Aam adalah pumpinan tertinggi dalam struktur NU. Jadi pimpinan tertinggi bukan Ketum, tapi Rais Aam. Rais Aam yang pertama dan sekaligus pendiri NU disebut Rais Akbar, yaitu Hadratussyeikh KH Hasyim Asyari. Dengan kata lain, Rais Akbar hanyalah dijabat Hadratussyeikh.
Rais Aam sebutan lengkapnya ialah Rais Aam Syuriah, sedangkan Ketum lengkapnya Ketum Tanfidziyah. Jika diibaratkan sistem negara, Syuriah itu mirip dengan MPR, dan Tanfidziyah itu Presiden. Presiden bekerja berdasar garis-garis besar dari MPR, dan atas perintah MPR dalam menjalankan program kerjanya.
Jika diibaratkan pondok pesantren, Rais Syuriah itu Kiai pengasuh pondok, sedangkan Tanfidziyah itu lurah pondok. Jadi tanfidziyah itu hanyalah sebagai ekskutor dari program-program dewan Syuriah. Dan sering disebut NU adalah pesantren besar, dan pesantren adalah NU kecil.
Ulama-ulama yang duduk di dewan Syuriah khususnya Rais Aam bukanlah ulama sembarangan. Beliau adalah ulama wara', faqih dan ikhlas hanya demi ridha Allah. Jadi takkan mungkin Rais Aam, dewan Syuriah melenceng dari garis-garis khittah NU. NU konsisten dengan apa yang telah digariskan para muassis (pendiri) NU sejak kala itu sampai saat ini.
Jadi jika ada yang menuduh NU sekarang beda dengan NU nya Hadratussyeikh, berarti si penuduh itu tidak paham NU. Sejak NU dipimpin Hadratussyeikh sampai saat ini dipimpin KH Miftahul Akhyar, NU masih dalam rel yang benar yang sesuai dengan apa yang digariskan Hadratussyeikh.
Ketum Tanfidziyah PBNU, beda dengan Rais Aam Syuriah PBNU. Ketum PBNU karena hanya sebagai ekskutor maka pergerakannya lincah, trengginas dan penuh akrobatik. Sudah tidak heran jika hanya dengan akrobat, NU bisa terselamatkan maka dilakukanlah akrobat tersebut. Namun ini hanya boleh dilakukan pada jajaran Ketum, Rais Aam tidak boleh.
Kadang, Sang Ketum pakai jurus mabok, kadang jurus berguling-guling, tendangan melingkar, sampai kepala dibuat kaki, kaki dibuat kepala, dsb. Pandangan itu sudah biasa dilakukan Sang Ketum. Hal ini terlihat jelas saat Ketum dipegang Gus Dur dan Kiai Said. Seringkali Gus Dur pakai jurus dewa mabok, Kiai Said pakai jurus tendangan tanpa bayangan. Hal akrobatik tersebut dilakukan karena keadaan yang memaksanya. Itu dilakukan dalam rangka menyelamatkan NU.
Jadi sekali lagi jika ada yang menuduh NU sekarang sudah rusak, gak jelas, sesat dan beda dengan NU jaman Hadratussyeikh maka sama saja dengan menuduh ulama Rais Aam, ulama Syuriah, ulama Mustasyar dan ulama A'wan juga jelek. Ingat Ketum hanya berjalan jika ada perintah, bukan sekehendak "udeke dewe". (Nun Alqolam)
#HubbulWathonMinalIman
إرسال تعليق