NU Bontang

Banser itu Bisa Galak, Bisa Lucu!

 


Oleh: Rijal Mumazziq Z


Banyak anggota Banser yang dalam DNA-nya mengalir genetika pengawal ulama. Artinya, jika ditelusuri, leluhur mereka ini dulunya anggota laskar Diponegoro yang berdiaspora di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jika tidak, bisa dipastikan bapak maupun simbah mereka dulu pernah nderek (menyertai) kiainya bertempur dalam perang kemerdekaan. Ada jiwa keperwiraan yang diwariskan secara turun-temurun.


Karena itu, meski Banser diolok-olok dan difitnah, sampai kapan pun tetap ada peminatnya karena memang punya suplier tetap.


Meski terkadang lebih galak dibanding tentara betulan, tapi saya lebih sering menjumpainya bertingkah laku lucu tapi loyal, suka guyon tapi ikhlas mengabdi, sering membantu acara-acara keagamaan, dan kecintaannya terhadap para ulama.


Lagi pula, saya melihat, sahabat-sahabat saya yang menuduh Banser sering membubarkan pengajian memang bukan dari kalangan penikmat pengajian ala NU. Yaitu, jenis pengajian yang dikemas kolosal, mengundang penceramah yang punya selera humor, jamaahnya duduk lesehan, dan diakhiri tengah malam. Di dalam arena pengajian inilah Banser menjadi bintangnya. Bertanggung jawab atas keamanan, kondisivitas massa, hingga bagian penyalur logistik. Sifatnya kerja bakti, mengabdi, tanpa bayaran. Bahkan, sering ikut iuran dan tekor.


Jangan heran jika banyak kisah Banser yang unik, aneh-aneh, bahkan mengundang tawa. 


Misalnya, ketika warga Nahdliyyin hadir membludak dalam acara Istighosah Akbar II, 31 Mei 1998, kaum Muslimat NU tak mau ketinggalan. Mereka datang berombongan. 


Ketika ada Banser ganteng dan gagah ikut mengatur tertib parkir, ibu-ibu nyelutuk, "Wuih, Cak Bangser gagah yo, koyok tentara...."


Giliran menjumpai tentara yang agak tambun sedang mengatur lalu lintas, ganti mereka nyelutuk, "Walah, tentara kok kayak Bangser..."


*


Kalau tentara lagi apel akbar, biasanya akan ada inspeksi pasukan dari seorang jenderal sambil naik jip bak terbuka. Gagah berwibawa pokoknya.


Nah, tampaknya para Banser nggak mau kalah sama tentara. Dalam sebuah apel akbar, Ketua Umum GP Ansor, saat itu H. Slamet Efendi Yusuf, didaulat melakukan inspeksi pasukan menggunakan jip.


Jadilah saat itu Pak Slamet berdiri gagah di atas jip melakukan inspeksi ribuan Banser yang corak doreng-nya berbeda-beda itu. Wuih kerrreeeen! Aksi gaya para TNU alias Tentara Nahdlatul Ulama itu berjalan dengan lancar.


Jip merangkak pelan dan pasti. Pak Slamet menatap pasukannya dengan meyakinkan.


Sayang sekali, di tengah atraksi, tiba-tiba jipnya mogok.


Lhah! Pak Ketum GP Ansor tetap di atas jip, dengan posisi siaga, sembari menunggu si sopir menyalakan mesin.


Sayang, meski dicoba berkali-kali mesinnya nggak mau nyala.


Para Banser sudah mulai mesam-mesem.


Akhirnya Pak Slamet turun dari jip, dan memilih inspeksi jalan kaki sambil senyum-senyum.


"Mangkane tah, nggak usah gaya-gaya," kata Gus Dur terbahak-bahak saat mendengar cerita ini.


*


Selain Gus Dur, Kiai Hasyim Muzadi adalah Sohibul Hikayah mengenai polah tingkah Banser yang unik dan lucu-lucu. Ketika keduanya meledek para Banser, objek candaan hanya bisa menyambut dengan tawa.


Para kiai lain, silakan ditanya, pasti punya cerita soal Banser yang manusiawi. Banser bukan pekerjaan, sebagaimana digambarkan dalam film "Tanda Tanya", melainkan pengabdian. Mereka percaya, dalam khidmah kepada ulam, umat, dan bangsa, ada barakah yang mengalir untuk dirinya dan keluarganya. Inilah yang mereka harapkan. Karena itu, ketika membersamai dan mengawal ulama, biasanya mereka juga ikhlas diledek.


"Banser itu gayanya meyakinkan, sayang, rokoknya eceran," demikian Kiai Hasyim Muzadi meledek. Adapun yang diledek malah terbahak-bahak. 


"Besok, Banser itu masuk surga terlebih dulu daripada kiainya," kata Gus Muwafiq, dalam sebuah pengajiannya.


"Kok bisa Gus?"


"Jelas bisa, wong mereka bagian cek lokasi, kok!"


Wallahu A'lam Bisshawab.


(foto regenerasi Banser. Di Pondok Al-Anwar, Sarang, Rembang, 16 Maret 2017, saat ada Silaturrahmi ulama Nusantara)

Post a Comment

أحدث أقدم