Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ.
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى
اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ
الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ
أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي الْقُرْآنِ
العَظِيْمِ:
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Maasyiral Muslimin rahimakumullah.
Kita kerap menganggap bahwa rizki seseorang itu
tergantung pada tekun tidaknya, giat dan malasnya seseorang dalam bekerja akan
memengaruhi banyak sedikitnya rizki yang ia dapat. Dengan kata lain, jika
seseorang itu tekun atau rajin bekerja ia akan mendapatkan banyak rizkinya,
orang yang malas bekerja akan membuat rizkinya menjadi sempit. Padahal sama
sekali tidak demikian. Rizki adalah masuk dalam ranah gaib. Ranah tersembunyi
yang menjadi hak prerogatif Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun usaha yang
manusia lakukan. Seperti bekerja, dagang, pelayanan jasa dan lainnya adalah
sebab datangnya rizki kepada seseorang, bukan menjadi faktor utama. Allah akan
meluaskan rizki orang yang Dia kehendaki dan menyempitkan rizki orang yang
dikehendaki-Nya. Maka faktor rizki adalah mutlaq ketentuan Allah SWT. Di dalam
Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 245:
وَاللهُ
يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: "Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan rezeki dan kepada-Nyalah kalian dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245)
Adapun hikmah Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan
luas dan sempitnya rizki sesuai kehendaknya adalah menjadi sebab terbentuknya
interaksi sosial. Ada penjual ada pembeli, ada pelayan jasa ada pengguna jasa,
ada yang menerima ada yang memberi, ada yang membutuhkan juga ada yang
dibutuhkan. Seandainya Allah menciptakan semua manusia dalam keadaan kaya,
niscaya interaksi sosial itu tidak akan terbentuk. Karena semua orang merasa
kaya. Tidak perlu lagi ada jual beli untuk mencari untung, tidak ada lagi yang
diberi karena sudah merasa kaya. Begitupula sebaliknya, jika Allah menciptakan
semua orang menjadi miskin, tidak ada yang namanya pemberi karena semua merasa
pantas untuk diberi karena miskin, tidak ada jual beli karena jika miskin tidak
ada yang dibuat untuk membeli. Jika semua miskin semua akan merasa butuh, semua
merasa ingin diberi. Jika semua kaya, semua merasa ingin memberi dan merasa
dibutuhkan.
Maasyiral Muslimin
rahimakumullah.
Ketika kita memahami bahwa hal ihwal rizki adalah
hak Allah SWT, kita akan menjadi abdan syakuro, yaitu hamba yang senantiasa
bersyukur. Kita tidak lagi akan terlalu disibukkan dengan urusan harta juga
akan menjadikan kita hamba yang tidak mudah mengeluh ataupun hamba yang panjang
angan-angannya. Karena sekali lagi kita telah memahami bahwa rizki adalah hak
prerogatif Allah subhanahu wa ta’ala. Allah akan meluaskan dan
menyempitkan rizki seseorang yang Dia kehendaki. Rizki yang kita miliki tidak
akan lari kepada orang lain dan rizki orang lain tidak akan lari kepada kita.
Allah telah menjamin rizki setiap makhluk-makhluk yang telah diciptakan-Nya
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Hud ayat 6. Allah SWT berfirman:
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلَّا عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
Artinya: "Dan tidak ada suatu binatang melata
pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya." (QS. Hud: 6)
Idealnya, ketika kita menginginkan pintu rizki kita
dibuka, pertama yang harus dilakukan adalah mendekatkan diri kepada Allah.
Kemudian baru disusul dengan melakukan usaha atau ikhtiar. Adalah kurang tepat
ketika kita ingin pintu rizki kita dibuka oleh Allah tetapi mendahulukan usaha.
Entah itu dengan mencari pekerjaan atau dengan berdagang ataupun dengan usaha
lainnya. Apalagi hanya dengan mengandalkan usaha saja tanpa dibarengi dengan
taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah. Memang benar, usaha harus
dilakukan karena itu menjadi sebab Allah SWT membuka pintu rizki bagi kita.
Tetapi usaha bukanlah faktor utama. Yang seharusnya dilakukan pertama adalah
mendekati Sang Pemberi Rizki, yaitu Allah SWT. Dengan beribadah dan
menghambakan diri kepada Allah. Allah SWT berfirman didalam surat Ath-Thalaq
ayat 2-3:
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Artinya: "Barang siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Maasyiral Muslimin
rahimakumullah.
Ayat diatas menjelaskan barang siapa yang bertaqwa
kepada Allah, dengan mengerjakan apa yang menjadi perintah-Nya dan meninggalkan
semua apa yang dilarang baginya, maka Allah akan menjadikan baginya jalan
keluar dari urusannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka. Yakni dari arah yang tidak terbesit sedikitpun dalam hati
kita. Dengan berbekal taqwa, bukan hanya urusan rizki saja yang akan Allah
mudahkan untuk kita. Tetapi juga setiap masalah yang kita hadapi. Entah itu
masalah dengan anak, keluarga, teman dan lain sebagainya. Inilah janji Allah
yang diberikan kepada mereka yang bertaqwa.
Jika dulu konsep yang sering kita gunakan adalah
mendahulukan usaha untuk membuka pintu rizki kita, sekarang coba kita ubah.
Kita dahulukan dengan mendekati Sang Pemberi rizki yakni Allah SWT terlebih
dahulu Barulah disertai dengan usaha atau ikhtiar sebagai jalan Allah
memberikan rizki kepada kita. Dalam hadits nabi juga dijelaskan orang yang
tekun ibadah kepada Allah, Allah akan menjamin rizkinya. Sebagaimana sabda Nabi
melalui hadist qudsi:
يَا
ابْنَ آدَمَ، تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى، وَأَسُدَّ
فَقْرَكَ، وَإِلَّا تَفْعَلْ مَلَأْتُ صَدْرَكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ
فَقْرَكَ" (رواه احمد)
Artinya: "Hai anak Adam, tekunlah beribadah
kepada-Ku, niscaya Kupenuhi dadamu dengan kekayaan dan Kututup kefakiranmu. Dan
jika kamu tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan
dan Aku tidak mau menutup kefakiranmu." (HR. Imam Ahmad)
Maasyiral Muslimin rahimakumullah.
Inilah janji Allah untuk hamba-hamba yang tekun
beribadah kepada Allah. Ia akan dipenuhi kebutuhannya, ia akan dipenuhi hatinya
dengan rasa syukur dan akan dihindarkan dari kefakiran. Secara teori, tugas
manusia memang untuk beribadah kepada Allah. Karena itulah tujuan Allah
menciptakan manusia. Sebagaimana dapat kita lihat pada firman Allah dalam surat
adz-Dzariyat ayat 56. Jika kita sebagai hambah telah melakukan tugas kita, maka
pasti, Allah yang menitahkan akan mencukupi kebutuhan bagi kita.
Analogi sederhanya, ketika kita bekerja. Entah itu
di pabrik, instansi atau apapun itu. Cukup kita melakukan apa yang menjadi
tugas kita. Melakukannya dengan benar dan sungguh-sunungguh sesuai dengan
keinginan orang yang mempekerjakan kita, maka orang yang mempekerjakan kita
tentu akan memberikan kita upah atas apa yang kita kerjakan. Begitu pula ketika
kita beribadah kepada Allah, melakukan apa yang Allah perintahkan. Pasti
Allah-lah yang menjamin kebutuhan untuk kita.
Tentunya masih banyak sekali dalil-dalil yang
menjelaskan tentang masalah ini. Namun terkadang kita sebagai manusia masih
terkungkung dalam teori karena bekerjalah kita mendapat upah. Sehingga ini
membuat keyakinan dalam hati kita tidak terbentuk sempurna bahwa rizki adalah
ketentuan Allah. Karena keraguan inilah akhirnya yang menjadi penghalang
sampainya rizki Allah kepada kita. Karena Allah adalah sesuai dengan pra-sangka
hamba-Nya.
Jika kita ingin kebutuhan kita dicukupkan oleh
Allah, dekatkan diri kepada-Nya dan mantabkan keyakinan bahwa Allah-lah yang
akan menjamin masalah rizki kita. Dialah Dzat Yang Maha Kaya. Memenuhi
kebutuhan kita adalah perkara yang sangat mudah bagi-Nya. Asal kita mau
menengadah, meminta dan mendekat kepada-Nya. Jalan rizki akan terbuka bagi
kita. Semoga Allah SWT memberikan rizki keimanan, kekuatan taqwa dan kekuatan
materi untuk bekal kita dalam menitih ridha-Nya.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ
وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ،
أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ
اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللَّهُمَّ
ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ
وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ
وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً
وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
versi pdf silahkan download disini
إرسال تعليق