sumber gambar : https://www.fenesia.com/raih-nobel-prize-3-misteri-sains-jika-terpecahkan/neutrino/ |
Oleh: Moh. Bahri, S.Pd.Si
(Guru Kimia SMA Yayasan Pupuk Kaltim - Bontang)
Neutrino adalah partikel
subatomik yang sangat ringan dan hampir tidak memiliki massa, sehingga sangat
sulit untuk dideteksi. Neutrino juga tidak memiliki muatan listrik atau
memiliki muatan listrik yang sangat kecil, sehingga tidak terpengaruh oleh medan
elektromagnetik.
Neutrino terbentuk dalam
banyak proses fisika, termasuk reaksi nuklir di dalam bintang dan reaksi
peluruhan radioaktif. Neutrino juga tercipta selama reaksi pembentukan alam
semesta, seperti Big Bang. Neutrino sangat sulit dideteksi karena hampir tidak
berinteraksi dengan materi, sehingga dapat melintasi benda padat seperti planet
dan bahkan bumi tanpa berinteraksi.
Meskipun neutrino sangat
sulit dideteksi, studi tentang partikel ini sangat penting dalam fisika
partikel dan kosmologi. Neutrino dapat memberikan petunjuk tentang sifat dasar
alam semesta dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang keberadaan
materi di alam semesta. Selain itu, neutrino juga dapat digunakan untuk
mempelajari sifat dasar partikel subatomik, seperti massa dan jenis spin.
Penelitian tentang neutrino
juga terus berlanjut, dengan tujuan untuk memahami lebih lanjut tentang sifat
dasar partikel ini dan mengembangkan teknologi deteksi neutrino yang lebih
canggih.
1. Sejarah
penemuan neutrino
Neutrino pertama kali
dipostulatkan pada tahun 1930-an oleh fisikawan teoretis Wolfgang Pauli sebagai
partikel subatomik yang dibawa oleh proton dalam peluruhan beta. Pauli
memperkirakan bahwa partikel ini sangat ringan dan hampir tidak berinteraksi
dengan materi, sehingga sulit untuk dideteksi.
Namun, neutrino baru berhasil
dideteksi pada tahun 1956 oleh fisikawan Amerika Serikat, Clyde Cowan dan
Frederick Reines. Mereka melakukan percobaan menggunakan reaktor nuklir di
Hanford Site di Washington, Amerika Serikat, untuk menghasilkan neutrino.
Percobaan ini melibatkan detektor cairan scintillator yang terisi air dan
menggunakan cadangan klorin sebagai target. Ketika neutrino menabrak klorin,
inti klorin berubah menjadi argon dan emisi sinar beta terdeteksi oleh detektor
cahaya.
Hasil dari percobaan Cowan
dan Reines menunjukkan bahwa neutrino benar-benar ada dan dapat dideteksi.
Penemuan ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut tentang sifat dan
perilaku neutrino, termasuk penelitian tentang peran neutrino dalam pembentukan
bintang dan evolusi alam semesta.
Sejak penemuan Cowan dan
Reines, banyak eksperimen dan pengamatan lain dilakukan untuk mempelajari sifat
dan perilaku neutrino, termasuk pengamatan dari supernova dan percobaan
menggunakan reaktor nuklir dan partikel sinar kosmik. Meskipun neutrino masih
sulit untuk dideteksi dan dipelajari, penelitian terus berlanjut dan memberikan
pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta dan sifat dasar materi.
2. Massa
neutrino
Massa neutrino sangat kecil
dan sulit untuk diukur secara akurat. Namun, penelitian terbaru menunjukkan
bahwa neutrino memiliki massa yang lebih besar dari perkiraan awal.
Ada tiga jenis neutrino yang
dikenal, yaitu neutrino elektron, neutrino muon, dan neutrino tau.
Masing-masing jenis neutrino memiliki massa yang berbeda, tetapi ketiganya
memiliki massa yang sangat kecil.
Pada awalnya, para ilmuwan
menganggap bahwa massa neutrino sama dengan nol, tetapi penelitian terbaru
menunjukkan bahwa neutrino memiliki massa yang sangat kecil, bahkan jika
dibandingkan dengan partikel subatomik lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pengamatan dari eksperimen neutrino yang berbeda, seperti
pengamatan perubahan jenis neutrino yang disebut "neutrino
oscillation".
Meskipun massa neutrino
sangat kecil, penemuan ini sangat penting karena dapat memberikan petunjuk
tentang sifat dasar alam semesta dan mengembangkan pemahaman tentang keberadaan
materi di alam semesta. Penelitian tentang neutrino juga terus berlanjut,
dengan tujuan untuk memahami lebih lanjut tentang sifat dasar partikel ini dan
mengembangkan teknologi deteksi neutrino yang lebih canggih.
3. Muatan
listrik neutrino
Neutrino memiliki muatan
listrik yang sangat kecil, bahkan dianggap sebagai partikel netral karena
hampir tidak memiliki muatan listrik. Oleh karena itu, neutrino dapat melintasi
materi tanpa terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet.
Namun, ada dua jenis neutrino
yang dikenal, yaitu neutrino dan antineutrino. Kedua jenis ini memiliki muatan
listrik yang berbeda, tetapi keduanya tetap memiliki muatan listrik yang sangat
kecil. Neutrino biasanya memiliki muatan listrik netral, sedangkan antineutrino
memiliki muatan listrik positif.
Meskipun neutrino memiliki
muatan listrik yang sangat kecil, partikel ini masih dapat berinteraksi dengan
materi melalui interaksi lemah, salah satu dari empat gaya fundamental yang
mengendalikan perilaku partikel subatomik. Interaksi lemah ini dapat
menyebabkan neutrino berubah jenis dan juga dapat digunakan untuk mendeteksi
neutrino.
4. Interaksi
neutrino dengan materi lain
Interaksi neutrino dengan
materi lain sangatlah lemah karena neutrino hampir tidak memiliki muatan
listrik dan massa yang sangat kecil. Oleh karena itu, neutrino dapat melintasi
materi tanpa terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet.
Ada tiga jenis interaksi yang
terjadi ketika neutrino berinteraksi dengan materi lain, yaitu:
- Interaksi
lemah: Ini adalah interaksi yang paling umum terjadi pada neutrino.
Interaksi ini terjadi ketika neutrino bertabrakan dengan partikel lain
melalui medan lemah. Interaksi lemah ini dapat menyebabkan neutrino
berubah jenis, yaitu dari satu jenis neutrino ke jenis lainnya, seperti
neutrino elektron, neutrino muon, dan neutrino tau.
- Interaksi
gravitasi: Karena massa neutrino yang sangat kecil, interaksi gravitasi
neutrino dengan materi lainnya sangatlah lemah. Namun, interaksi ini masih
dapat mempengaruhi pergerakan neutrino dalam suatu medan gravitasi.
- Interaksi
elektromagnetik: Interaksi ini terjadi ketika neutrino berinteraksi dengan
materi yang memiliki muatan listrik, seperti elektron atau inti atom.
Namun, interaksi elektromagnetik ini sangatlah lemah dan jarang terjadi.
Meskipun interaksi neutrino
dengan materi lain sangatlah lemah, penelitian terus dilakukan untuk memahami
lebih lanjut tentang sifat dan perilaku partikel ini. Salah satu contoh
penelitian adalah deteksi neutrino, yaitu pengamatan dan analisis interaksi
neutrino dengan materi lain untuk mempelajari sifat dasar neutrino dan
sumbernya.
5. Sifat dasar
neutrino
Neutrino adalah partikel
elementer yang sangat kecil dan tidak memiliki muatan listrik. Beberapa sifat
dasar neutrino antara lain:
- Massa:
Neutrino diketahui memiliki massa, meskipun massa ini sangatlah kecil dibandingkan
dengan partikel subatom lainnya. Namun, karena massa neutrino yang sangat
kecil, sulit untuk mengukur massa neutrino secara akurat.
- Spin:
Neutrino memiliki spin ½, yang artinya bahwa partikel ini merupakan
fermion. Spin neutrino merupakan salah satu sifat dasar yang membedakannya
dari partikel lain.
- Interaksi:
Interaksi neutrino dengan materi sangatlah lemah, sehingga neutrino dapat
melintasi materi tanpa terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet.
- Helisitas:
Neutrino hanya berinteraksi dengan partikel-partikel lain dalam bentuk
helisitas kiri. Helisitas ini berhubungan dengan arah putaran spin
partikel, dan merupakan sifat dasar yang membedakan antara neutrino dengan
antineutrino.
- Kecepatan:
Kecepatan neutrino hampir mendekati kecepatan cahaya dalam vakum.
Studi tentang sifat dasar
neutrino terus dilakukan oleh fisikawan partikel, karena neutrino memiliki
peran penting dalam memahami asal usul alam semesta dan fenomena-fenomena
astrofisika seperti supernova dan lubang hitam. Salah satu penemuan penting dalam
studi neutrino adalah pengamatan perubahan jenis neutrino (neutrino
oscillation), yang mengindikasikan bahwa neutrino memiliki massa dan mengubah
jenisnya ketika bergerak dalam ruang.
6.
Terbentuknya neutrnino
Neutrino terbentuk sebagai
salah satu produk dari beberapa proses fisika nuklir, seperti dalam reaksi fusi
di dalam inti bintang atau dalam peluruhan radioaktif. Ada tiga jenis neutrino
yang diketahui: elektron-neutrino, muon-neutrino, dan tau-neutrino. Setiap
jenis neutrino terbentuk dalam proses yang berbeda.
Sebagai contoh,
elektron-neutrino terbentuk dalam reaksi peluruhan beta. Saat sebuah inti
radioaktif meluruh, elektron dan neutrino dilepaskan dari inti tersebut.
Peluruhan beta dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tetapi salah satu contohnya
adalah proton dalam inti radioaktif meluruh menjadi sebuah neutron, dan dalam
proses tersebut, sebuah elektron dan sebuah elektron-neutrino dilepaskan.
Muon-neutrino dan
tau-neutrino terbentuk dalam proses-proses yang melibatkan partikel-partikel
yang lebih berat, seperti dalam peluruhan tau dan dalam reaksi-produksi
partikel di dalam akselerator partikel. Dalam setiap proses tersebut, neutrino
terbentuk sebagai produk dari interaksi dan peluruhan partikel-partikel yang
terlibat.
7. Detektor
neutrino
Detektor neutrino adalah alat
atau sistem yang dirancang untuk mendeteksi interaksi antara neutrino dan
materi lain. Ada beberapa jenis detektor neutrino yang berbeda, tetapi semuanya
bekerja dengan prinsip yang sama, yaitu mendeteksi interaksi neutrino dengan
materi melalui salah satu dari tiga jenis interaksi yang terjadi.
Beberapa jenis detektor
neutrino yang paling umum digunakan antara lain:
- Detektor
air Cherenkov: Detektor ini menggunakan air sebagai medium deteksi. Ketika
neutrino berinteraksi dengan atom dalam air, partikel-partikel yang
dihasilkan akan memancarkan cahaya, yang kemudian dideteksi oleh sensor
cahaya di dalam tangki air.
- Detektor
scintillator: Detektor ini menggunakan cairan scintillator, yang akan
memancarkan cahaya ketika partikel yang dihasilkan oleh interaksi neutrino
bergerak melaluinya. Cahaya ini kemudian dideteksi oleh sensor cahaya yang
ada di dalam detektor.
- Detektor
bola ionisasi: Detektor ini menggunakan bola gas yang diionisasi sebagai
medium deteksi. Ketika partikel yang dihasilkan oleh interaksi neutrino
melewati bola gas, partikel ini akan menghasilkan muatan listrik, yang
kemudian dideteksi oleh elektroda yang terletak di dalam bola gas.
- Detektor
gelombang akustik: Detektor ini menggunakan medium deteksi yang dapat
merambatkan gelombang suara, seperti es. Ketika neutrino berinteraksi
dengan atom dalam es, partikel-partikel yang dihasilkan akan membangkitkan
gelombang suara, yang kemudian dideteksi oleh sensor yang terletak di
dalam es.
Detektor neutrino digunakan
dalam berbagai penelitian fisika, termasuk dalam studi tentang sifat dasar
neutrino dan sumbernya, serta dalam studi kosmologi dan astrofisika. Salah satu
contoh proyek detektor neutrino terbesar di dunia adalah IceCube, yang terletak
di Antartika dan menggunakan es sebagai medium deteksi.
7.1. Detektor air Cherenkov
Detektor air Cherenkov adalah
jenis detektor neutrino yang menggunakan air sebagai medium deteksi. Detektor
ini didasarkan pada prinsip Cherenkov radiation, yaitu radiasi elektromagnetik
yang dihasilkan ketika partikel bermuatan melewati medium dengan kecepatan yang
lebih besar dari kecepatan cahaya dalam medium tersebut. Dalam detektor air
Cherenkov, partikel neutrino berinteraksi dengan inti atom di dalam air dan
menghasilkan partikel lain, seperti partikel bermuatan dan foton.
Ketika partikel bermuatan
yang dihasilkan tersebut melewati air dengan kecepatan yang lebih besar dari
kecepatan cahaya dalam air, mereka akan memancarkan radiasi Cherenkov. Radiasi
ini kemudian dapat dideteksi oleh photomultiplier tube (PMT) yang terletak di
sekitar dinding detektor. PMT akan menghasilkan sinyal listrik ketika foton
dari radiasi Cherenkov memasuki tabung tersebut. Jumlah sinyal listrik yang
dideteksi oleh PMT akan memberikan informasi tentang energi dan arah partikel
bermuatan yang dihasilkan oleh interaksi neutrino dengan air.
Detektor air Cherenkov telah
digunakan dalam beberapa eksperimen neutrino besar, seperti Super-Kamiokande di
Jepang dan IceCube di Antartika. Kedua detektor tersebut telah menghasilkan
hasil yang signifikan dalam studi tentang sifat dasar neutrino, termasuk
pengamatan perubahan jenis neutrino (neutrino oscillation) yang membuktikan
bahwa neutrino memiliki massa.
7.2. Detektor
scintillator
Detektor scintillator adalah
jenis detektor yang menggunakan bahan scintillator untuk mendeteksi partikel
bermuatan, seperti elektron, proton, atau ion. Scintillator adalah bahan yang
dapat mengkonversi energi partikel bermuatan menjadi cahaya. Ketika partikel
bermuatan melewati scintillator, mereka akan menimbulkan ionisasi dan merangsang
molekul dalam scintillator, sehingga menghasilkan cahaya yang dapat dideteksi
oleh sensor cahaya, seperti photomultiplier tube (PMT) atau photodiode.
Detektor scintillator dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam penelitian fisika nuklir,
deteksi radiasi, pengujian bahan bakar nuklir, dan lain sebagainya. Dalam
penelitian fisika nuklir, detektor scintillator digunakan untuk mendeteksi
partikel bermuatan yang dihasilkan oleh interaksi partikel dalam eksperimen
akselerator partikel, serta dalam studi tentang sifat dasar partikel subatomik,
seperti neutrino.
Dalam detektor neutrino,
detektor scintillator digunakan sebagai salah satu komponen dalam detektor
cair. Dalam detektor ini, scintillator dicampur dengan cairan pelarut yang
digunakan sebagai medium deteksi, seperti dalam detektor liquid scintillator.
Ketika partikel bermuatan, seperti neutrino, berinteraksi dengan inti atom
dalam cairan pelarut, mereka akan menghasilkan partikel lain, seperti elektron.
Elektron ini kemudian akan melewati scintillator dan menghasilkan cahaya yang
dapat dideteksi oleh PMT. Informasi tentang energi dan arah partikel bermuatan
dapat diperoleh dari sinyal listrik yang dihasilkan oleh PMT.
7.3. Detektor
bola ionisasi
Detektor bola ionisasi adalah
jenis detektor partikel yang menggunakan prinsip ionisasi gas untuk mendeteksi
partikel bermuatan, seperti elektron, proton, atau ion. Detektor ini terdiri
dari sebuah bola yang berisi gas, seperti helium atau neon, dan elektroda yang
dipasang di dalam bola. Ketika partikel bermuatan melewati bola, mereka akan
menimbulkan ionisasi dalam gas, sehingga menghasilkan ion-ion positif dan
negatif. Ion-ion ini akan ditarik ke elektroda dan menghasilkan sinyal listrik
yang dapat dideteksi dan diukur.
Detektor bola ionisasi
digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam penelitian fisika nuklir,
deteksi radiasi, pengujian bahan bakar nuklir, dan lain sebagainya. Dalam
penelitian fisika nuklir, detektor bola ionisasi digunakan untuk mendeteksi
partikel bermuatan yang dihasilkan oleh interaksi partikel dalam eksperimen
akselerator partikel, serta dalam studi tentang sifat dasar partikel subatomik,
seperti neutrino.
Dalam penelitian tentang
neutrino, detektor bola ionisasi digunakan sebagai salah satu komponen dalam
detektor neutrino. Detektor bola ionisasi digunakan dalam detektor cair, di
mana bola ionisasi ditempatkan di dalam cairan pelarut yang digunakan sebagai
medium deteksi, seperti dalam detektor liquid scintillator. Ketika partikel
bermuatan, seperti neutrino, berinteraksi dengan inti atom dalam cairan
pelarut, mereka akan menghasilkan partikel lain, seperti elektron. Elektron ini
kemudian akan melewati bola ionisasi dan menghasilkan ionisasi dalam gas di
dalam bola. Informasi tentang energi dan arah partikel bermuatan dapat
diperoleh dari sinyal listrik yang dihasilkan oleh bola ionisasi.
Detektor bola ionisasi juga
digunakan dalam penelitian tentang kosmik ray, di mana partikel bermuatan yang
berasal dari luar angkasa dapat dideteksi dan diukur. Detektor bola ionisasi
dapat mendeteksi partikel bermuatan dengan energi yang sangat tinggi, hingga
miliaran elektron volt. Hal ini membuat detektor bola ionisasi menjadi alat
yang sangat berguna dalam penelitian fisika nuklir dan kosmik ray.
7.4. Detektor
gelombang akustik
Detektor gelombang akustik
adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi gelombang suara atau bunyi dalam
berbagai aplikasi, termasuk dalam industri, penelitian, dan keamanan. Alat ini
bekerja dengan mengkonversi gelombang suara menjadi sinyal listrik yang dapat
diukur dan dianalisis.
Prinsip dasar detektor
gelombang akustik adalah pemanfaatan efek piezoelektrik pada material tertentu.
Efek piezoelektrik adalah kemampuan suatu material untuk menghasilkan muatan
listrik ketika diberikan tekanan atau tegangan mekanik. Ketika gelombang suara
melintasi material piezoelektrik, gelombang suara tersebut akan memberikan
tekanan atau tegangan mekanik pada material, sehingga menghasilkan muatan
listrik. Muatan listrik ini kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh
detektor gelombang akustik.
Detektor gelombang akustik
digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam industri untuk mendeteksi
kebocoran pipa, deteksi kebisingan mesin, dan inspeksi material. Detektor
gelombang akustik juga digunakan dalam penelitian, seperti dalam penelitian
tentang sifat akustik material dan pengukuran kecepatan suara dalam medium yang
berbeda. Selain itu, detektor gelombang akustik juga digunakan dalam keamanan,
seperti dalam deteksi tembakan senjata api atau deteksi suara pada gedung atau
bangunan untuk keperluan pengawasan keamanan.
Salah satu contoh penggunaan
detektor gelombang akustik adalah dalam pengukuran kecepatan suara dalam air.
Detektor gelombang akustik yang disebut hydrophone digunakan untuk mendeteksi
gelombang suara dalam air dan mengukur kecepatannya. Hydrophone sering
digunakan dalam penelitian tentang kehidupan laut, seperti dalam studi tentang
migrasi ikan dan perilaku mamalia laut. Selain itu, hydrophone juga digunakan
dalam industri perkapalan untuk memantau kualitas air dan kebisingan mesin
kapal.
Referensi:
1. Cowen,
R. (2019). Neutrinos catch a wave. Nature, 572(7771), 42-43. https://doi.org/10.1038/d41586-019-02294-5
2. Giunti,
C., & Kim, C. W. (2007). Fundamentals of neutrino physics and astrophysics.
Oxford University Press.
3. Gondolo,
P., & Raffelt, G. (2018). Solar neutrinos. Reviews of Modern Physics,
90(1), 015004. https://doi.org/10.1103/RevModPhys.90.015004
4. Kajita,
T. (2017). Neutrino oscillation experiments. Reports on Progress in Physics,
80(8), 086201. https://doi.org/10.1088/1361-6633/aa6ac2
5. Mohapatra,
R. N., & Pal, P. B. (2004). Massive neutrinos in physics and astrophysics.
World Scientific.
6. Particle
Data Group. (2020). Review of particle physics. Physical Review D, 102(1),
1-238. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.102.010000
7. Pontecorvo,
B. (1967). Neutrino experiments and the problem of conservation of leptonic
charge. Soviet Journal of Experimental and Theoretical Physics, 26(5),
984-988. https://doi.org/10.1134/1.1709429
8. Raffelt,
G. (1996). Stars as laboratories for fundamental physics: The astrophysics of
neutrinos, axions, and other weakly interacting particles. University of
Chicago Press.
9. Takaaki,
K., & Kajita, T. (2016). Neutrino oscillation studies with
Super-Kamiokande. Annual Review of Nuclear and Particle Science, 66,
219-238. https://doi.org/10.1146/annurev-nucl-102115-044713
10. Zuber,
K. (2011). Neutrino physics. CRC Press.
11. Beacom,
J. F., Bell, N. F., & Hooper, D. (2016). The signature of dark matter in
cosmic-ray fluxes. Physics Reports, 667, 1-161. https://doi.org/10.1016/j.physrep.2016.11.001
12. IceCube
Collaboration. (2018). Neutrino oscillations and hadronic interactions at the
IceCube Neutrino Observatory. Physical Review D, 97(7), 072001. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.97.072001
13. Kusenko,
A. (2009). Neutrino physics beyond the Standard Model. Physics Reports,
481(1-2), 1-28. https://doi.org/10.1016/j.physrep.2009.07.004
14. Olga, M.
(2019). Neutrino physics: A brief introduction. Springer.
15. Woosley,
S. E., & Janka, H. T. (2005). The physics of core-collapse supernovae.
Nature Physics, 1(3), 147-154. https://doi.org/10.1038/nphys172
16. Zuber,
K. (2012). Neutrino experiments: Present and future. Journal of Physics G:
Nuclear and Particle Physics, 39(5), 053001. https://doi.org/10.1088/0954-3899/39/5/053001
17. Haxton,
W. C., & Robertson, R. G. H. (2013). Neutrino physics and the frontiers of
nuclear astrophysics. Annual Review of Nuclear and Particle Science, 63,
381-418. https://doi.org/10.1146/annurev-nucl-102010-130447
18. Bilenky,
S. M., Giunti, C., & Grimus, W. (1998). Phenomenology of neutrino
oscillations. Progress in Particle and Nuclear Physics, 43, 1-86. https://doi.org/10.1016/S0146-6410(98)00053-1
19. Agostini,
M., et al. (GERDA Collaboration). (2018). Neutrinoless double-beta decay:
Status and prospects. Annual Review of Nuclear and Particle Science, 68,
123-151. https://doi.org/10.1146/annurev-nucl-101917-021011
20. Alvarez-Ruso,
L., Kopp, J., Machado, P. A., & Palomares-Ruiz, S. (2019). Neutrino
interactions: Current status and future challenges. Progress in Particle and
Nuclear Physics, 107, 103-172. https://doi.org/10.1016/j.ppnp.2019.04.002
21. Dunford,
M., & Weaver, C. N. (2019). Neutrinos: An overview. American Journal of
Physics, 87(10), 794-802. https://doi.org/10.1119/1.5126221
22. Maltoni,
M., Schwetz, T., Tortola, M. A., & Valle, J. W. F. (2019). Status of global
fits to neutrino oscillations. Reports on Progress in Physics, 82(10),
106301. https://doi.org/10.1088/1361-6633/ab4dba
23. Akhmedov,
E. K., Razzaque, S., & Smirnov, A. Y. (2018). Neutrino oscillations:
Quantum mechanics vs. quantum field theory. Progress in Particle and Nuclear
Physics, 102, 1-20. https://doi.org/10.1016/j.ppnp.2018.05.003
24. Giunti,
C. (2019). Neutrino masses and mixings: Status of known and unknown 3ν
parameters. Frontiers in Physics, 7, 51. https://doi.org/10.3389/fphy.2019.00051
25. IceCube
Collaboration. (2018). Observation of high-energy astrophysical neutrinos in
three years of IceCube data. Physical Review Letters, 121(22), 22101. https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.121.22101
26. Kowalski,
M., & Wurm, M. (2017). Neutrino detection. Journal of Physics G: Nuclear
and Particle Physics, 44(10), 103002. https://doi.org/10.1088/1361-6471/aa86c7
27. Akiri,
T., & Beacom, J. F. (2019). Neutrinos and dark matter. Progress in Particle
and Nuclear Physics, 107, 359-409. https://doi.org/10.1016/j.ppnp.2019.05.002
28. Raffelt,
G. G. (2011). Supernova neutrinos. Physics Reports, 549(3), 73-121. https://doi.org/10.1016/j.physrep.2011.03.003
29. Fornengo,
N., Lisi, E., & Mantovani, F. (2019). Neutrinos in high-energy
astrophysics. Frontiers in Astronomy and Space Sciences, 6, 37. https://doi.org/10.3389/fspas.2019.00037
30. Kopp,
J., Machado, P. A., Maltoni, M., & Palomares-Ruiz, S. (2014). Sterile
neutrino oscillations: The global picture. Journal of High Energy Physics,
2014(5), 1-21. https://doi.org/10.1007/JHEP05(2014)050
31. Terning,
J. (2019). The dark matter-neutrino connection. Nature Physics, 15(7),
713-718. https://doi.org/10.1038/s41567-019-0504-8
32. An, F.
P., et al. (Daya Bay Collaboration). (2012). Observation of
electron-antineutrino disappearance at Daya Bay. Physical Review Letters,
108(17), 171803. https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.108.171803
33. Wendell, R. A., et al. (Super-Kamiokande Collaboration). (2010). Atmospheric neutrino oscillation analysis with sub-leading effects in Super-Kamiokande I, II, and III. Physical Review D, 81(9), 092004. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.81.092004
إرسال تعليق