NU Bontang

Menikahi Wanita yang Hamil sebab Berzina dalam Pandangan Islam

Oleh: KH. Buchory Nur Hadi, L.c.


Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah salah satu institusi suci yang diatur dengan ketat oleh ajaran agama. Adanya hubungan seksual di luar pernikahan, yang dikenal sebagai zina, dianggap sebagai dosa besar dalam Islam. Namun, ketika seorang wanita hamil akibat dari tindakan berzina, situasi ini dapat memunculkan pertanyaan etika dan hukum dalam Islam terkait pernikahan.


Dalam Al-Qur'an, zina dijelaskan sebagai tindakan yang melanggar norma agama dan sosial. 


Alloh Ta'ala berfirman ;

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

32. Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. (Qs Al Isro)


Didalam hadits Rosululloh Saw juga bersabda ;

ِإِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ، وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ، وَيَظْهَرَ الزِّنَا

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat yaitu diangkatnya ilmu dan kebodohan nampak jelas, dan banyak yang minum khamar dan banyak orang berzina secara terang-terangan,” (HR. Bukhari dan Muslim).


Namun, ketika seorang wanita hamil karena berzina, pandangan Islam juga memberikan jalan keluar melalui pernikahan. Beberapa ulama dan cendekiawan Islam berpendapat bahwa menikahi wanita hamil akibat berzina hukumnya boleh dan sah, bahkan hal ini menjadi pilihan yang dapat dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan upaya untuk memulihkan kehormatan wanita tersebut dan anaknya setelah lahir nanti.


Berikut ini keterangan Ulama didalam kitab turots ;

وَيَجُوْزُنِكَاح الْحَامِلِ مِنَ الزٌِنَا سَوَاءٌ لِلزٌَنِيْ اَوْغيره وَوَطْؤُهَا حٍيْنَئِذٍ مَعَ الكَرَاهَةِ. (بغية المسترسدين ص ٢٠١)

Dan boleh (dan sah) menikahkan wanita hamil sebab berzina, apakah laki-yang menikahi adalah yang menzinahi atau lainya, namun berhubungan intim dengannya saat masih keadaan hamil (setelah nikah) adalah makruh. (Bughyatul Mustarsidin 201). 


Didalam kitab yang lain juga dijelaskan;

وَيَجُوْزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا لانَّ حَمْلَهَا لاَ يُلْحَقُ بَاَحَدٍ فَكَانَ وُجُوْدُ كَعَدَمِهِ. (المهذب ج ٢ ص ٤٦)

Dan boleh menikahkan wanita hamil sebab berzina, karena kehamilannya tidak ada kaitannya sama sekali dengan siapapun yang menikahinya, maka keberadaannya sama dengan tidak ada. (Al Muhadzdzab 02/46). 


Pandangan ini didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab dalam Islam. Meskipun tindakan zina sendiri adalah dosa besar, menikahi wanita hamil tersebut dianggap sebagai langkah untuk menghindari fitnah yang lebih besar (fitnah sosial) terhadap wanita tersebut dan anak yang dikandungnya. Pernikahan dapat memberikan perlindungan dan keamanan bagi kedua pihak yang terlibat, serta memastikan bahwa anak yang lahir memiliki status yang sah dalam pandangan masyarakat secara umum.


Namun, pernikahan dalam konteks ini juga harus dilakukan dengan niat tulus , tekat bulat dan pengampunan yang mendalam. Tidak boleh ada unsur pemaksaan atau penindasan terhadap wanita tersebut. Penting bagi masyarakat dan keluarga untuk mendukung proses ini dengan penuh pengertian dan rasa hormat terhadap individu yang terlibat.


Dalam kesimpulannya, menikahi wanita hamil akibat berzina dalam pandangan Islam dapat dianggap sebagai bentuk tanggung jawab dan usaha untuk memulihkan kehormatan serta memberikan perlindungan bagi wanita dan anak yang dikandungnya. Meskipun tindakan zina tetap dosa besar dalam agama, Islam mendorong untuk mengambil langkah-langkah yang mengedepankan keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab dalam menghadapi situasi yang kompleks ini.

Post a Comment

أحدث أقدم