Oleh: Jehan Fiqhi Y. Lc., M.Sosio.
Kepala Sekolah Unggulan Dakwah Islam (SUDAIS) Bontang
Berdakwah seringkali dipahami sebagai ceramah di atas mimbar, majelis taklim, dan kajian rutin. Ini tidak salah, tetapi dakwah memiliki dimensi yang lebih luas. Karena dakwah sendiri berarti mengajak, maka kegiatan mengajak orang lain tentu bisa dengan berbagai metode dan cara, apalagi di era kemajuan teknologi informasi seperti saat ini.
Dengan hadirnya AI (artificial intellegent, kecerdasan buatan) misalnya, tentu peta dakwah akan berubah drastis. Banyak hal yang harus dipelajari kembali sebelum dakwah dilakukan. Kalangan Ahlus sunnah wal jamaah (ASWAJA) harus bisa menyelaraskan dakwah mereka dengan kondisi kekinian. Tentu kita sangat peduli dengan generasi muda yang notabene akan sangat akrab dengan AI di masa depan. Kekosongan ini harus bisa diisi oleh kalangan ASWAJA.
Saat ini, sepertinya dakwah ASWAJA masih gagap dan memiliki gap dengan kecanggihan teknologi informasi yang berkembang pesat. Meskipun sudah ada usaha untuk masuk ke ruang-ruang kosong tersebut, tapi harus lebih ditingkatkan lagi. Kemassifan dakwah ASWAJA harus lebih digenjot lagi. Mengapa demikian? Banyak sekali permasalahan-permasalahan umat yang muncul akibat kecanggihan teknologi informasi, yang jika hal ini dakwah ASWAJA tidak hadir, maka umat akan semakin menjauh.
Maka diperlukan strategi dakwah yang terbaru, peningkatan SDM bagi para dai dan muballigh, serta mapping yang jitu dalam usaha meningkatan potensi dakwah ASWAJA di era sekarang. Ibarat sniper, cepat dan tepat sasaran. Tapi sekali lagi, dapatkah dakwah ASWAJA memberikan ijtihad dakwah sesuai perkembangan zaman? Relakah para asatidz dan kyai menurunkan standar amaliyah (selama itu dapat ditoleransi dan masih dalam koridor keaswajaan) ASWAJA dalam rangka ijtihad dakwah? Tentu ini menjadi tantangan yang tidak mudah. Kebiasaan yang sudah terpatri, lalu diubah untuk ijtihad dakwah, harus memiliki mekanisme yang piawai.
Keunggulan dakwah ASWAJA sebagai paham dan manhaj yang mayoritas di dunia muslim, tentu tidak bisa direduksi hanya karena menyelaraskan selera masyarakat saat ini yang cenderung instan. Ini juga tantangan tersendiri. Dakwah ASWAJA yang mengalah atau masyarakat yang mengikuti. Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana suatu saat nanti, AI yang berwujud hologram seorang kyai, bisa berfatwa sebagaimana ulama. Ia bisa menjawab keresahan dan problematika umat, bahkan dalam hitungan detik!
Maka sebelum ini terjadi, sudah sepantasnya kalangan dai dan muballigh ASWAJA harus memposisikan diri mereka, apakah akan terus kaku pada metode masa lampau atau berani berijtihad dan melakukan social engineering untuk bisa hadir dalam kekinian. Saya malah justru ragu, jangan-jangan para pencipta AI diam-diam sudah meng-aswaja-kan algoritma-algoritma kecerdasan buatan. Bukan karena meyakini kebenaran ASWAJA, melainkan karena target pasar yang menjanjikan. Ah, mudah-mudahan keraguan saya tidak benar.
Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana suatu saat nanti, AI yang berwujud hologram seorang kyai, bisa berfatwa sebagaimana ulama. Ia bisa menjawab keresahan dan problematika umat, bahkan dalam hitungan detik!
إرسال تعليق