Oleh: KH. Achmad Buchory Nur Hadi, LC. (Ketua LDNU Bontang)
Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, semoga kita selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Ada satu pertanyaan yang diajukan kepada saya yang sangat menarik, yakni mengenai cara mengganti salat-salat yang ditinggalkan dalam masa lalu, sebelum seseorang bertaubat atau sebelum berhijrah. Pertanyaan ini sangat relevan, terutama di zaman ini ketika banyak saudara kita yang bersemangat untuk bertaubat dari masa lalu yang kelam dan penuh dosa.
Seorang sahabat saya pernah mengajukan pertanyaan ini. Ia telah hidup dalam gelimang dosa selama lebih dari 20 tahun, dan baru-baru ini mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk kembali ke jalan yang benar. Namun, yang membuatnya khawatir adalah salat-salat yang telah ditinggalkannya selama puluhan tahun. Ia pernah mengatakan, "Lha wong salat saja belum tentu diterima, apalagi ini yang ketiduran saja masih diwajibkan untuk menggantinya."
Maka, mari kita bersama-sama memahami bagaimana ulama menjelaskan tentang masalah ini. Dalam kitab Al-Majmuh, disebutkan bahwa jika seseorang memiliki salat yang ditinggalkan, namun tidak ingat pasti berapa jumlahnya, ada suatu panduan yang dapat diikuti. Jika seseorang yakin bahwa dia telah meninggalkan salat-salat wajib seperti salat lima waktu (dari Subuh hingga Isya) selama satu tahun terakhir, maka yang wajib diganti adalah jumlah tersebut. Yang dia ingat secara pasti harus diganti.
Namun, jika seseorang merasa ragu-ragu tentang jumlah salat yang ditinggalkan, maka ia tidak diwajibkan untuk menggantinya. Ini berarti bahwa tidak perlu mengkalkulasi dosa-dosanya dengan teliti. Maka, kita harus berpegang pada apa yang yakin dan pasti.
Hal ini menggarisbawahi bahwa meninggalkan salat secara sengaja adalah dosa yang harus diganti, dan hukumannya lebih serius daripada jika seseorang lupa atau terlelap. Tidak ada toleransi dalam meninggalkan salat, meskipun seseorang lupa atau terlelap, masih harus menggantinya.
Untuk mengadaptasikan hal ini dalam kasus sahabat saya yang telah berhijrah, jika ia hanya yakin dengan jumlah salat yang ditinggalkan dalam satu tahun terakhir sebelum bertaubat, maka yang wajib diganti adalah jumlah tersebut. Namun, tidak perlu khawatir menghitung dengan teliti semua dosanya selama 20 tahun. Bagi mereka yang bertaubat, fokus seharusnya adalah memperbaiki diri, menjaga salat dengan kualitas kekhusyuhan yang baik, dan tidak sibuk dengan dosa-dosa masa lalu. Ini adalah langkah pertama yang sangat positif menuju perubahan yang baik.
Sahabat saya adalah contoh yang baik bagi kita semua. Bertaubat dan berhijrah harus disertai dengan upaya sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri, bukan hanya menghitung dosa-dosa kita, apalagi mengharamkan hal-hal yang belum tentu haram. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari pengalaman sahabat saya dan selalu berusaha untuk menjaga salat dengan penuh kekhusyuhan. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala senantiasa membimbing kita di jalan-Nya.
untuk lebih jelasnya, simak video penjelasan KH. Buchory Nur Hadi, Lc, Ketua LDNU Bontang disni
إرسال تعليق