Oleh ; A Buchory Nur Hadi
Bulan suci Romadhon telah memanggil, hal ini dapat dirasakan betapa sangat banyaknya ummat Islam melafadzkan do'a ;
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلٌِغَنَا رَمَضانَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ رَاحِمِيْنَ.
_Ya Alloh, Berkahilah kami di bulan Rojab dan bulan Sya'ban, dan panjangkanlah usai kami hingga bulan suci Romadhon_
Di bulan Rojab tidak sedikit para takmir masjid mengadakan rapat pengurus guna menyusun program-program yang akan disajikan dibulan suci tersebut, tidak terkecuali merancang pelaksanaan sholat tarawih berjamaah di masjidnya semenarik mungkin, agar ummat islam akan turut malaksanakannya berbondong-bondong mengisi shof di masjidnya.
Salah satu yang menarik dari pelaksanaan sholat tarawih berjamaah di sebagian masjid adalah imam yang memimpin sholat bergantian, bukan hanya imam rowatib di masjid itu saja. berbagai macam mekanisme yang di raciknya, ada yang setiap pekan ganti, ada juga yang tiap empat malam berganti, ada pula yang tiap sepuluh malam ganti, dan ragam mekanisme yang disepakati dalam rapat takmir. Yang jelas imam tarawihnya bukan hanya imam rowatib dimasjid tersebut. program seperti ini biasanya dirancang oleh takmir masjid yang uang kasnya mencukupi untuk memberi bisyaroh (honor) kepada imam tarawih yang di undang bergantian.
Ada beberapa pertanyaan yang menyelinap di benak alfaqir (penulis) terkait fenomena imam sholat tarawih seperti ini ;
1. Apakah pelaksanaan sholat tarawihnya Rosululloh Saw dan para sahabat dahulu ditemukan ada yang seperti itu?
2. Pelaksanaan sholat tarawih yang gonta ganti imam tersebut apakah lebih utama dalam perspektif fiqh sholat dibanding jika yang mengimami hanya imam rowatibnya?
3. Apakah ada Ulama' salaf yang memberikan fatwa seperti tersebut diatas?
4. Sejak kapan munculnya fenomena imam tarawih yang gonta ganti seperti itu?
Berikut ini catatan alfaqir (penulis) setelah membaca beberapa tulisan para Ulama dalam hal imam sholat tarawih.
A. Sebagaimana yang sangat maklum, bahwa sholat tarawih pada mulanya dikerjakan oleh Rosululloh Saw di masjid tidak full dimalam bulan suci Romadhon. hanya beberapa malam saja. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits berikut ini ;
عَنْ عَائِشَةَ زوج النبي صلى الله عليه وسلم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ.
Diceritakan dari Aisyah RA, istri Rasulullah SAW, Rasulullah SAW melakukan sholat (tarawih) di masjid pada suatu malam. Orang-orang bermakmum kepadanya. Malam berikutnya, Rasulullah SAW kembali shalat tarawih dan jamaahnya semakin banyak. Pada malam ketiga atau keempat, jamaah telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar rumah. Ketika pagi Rasulullah mengatakan, ‘Aku melihat apa yang kalian perbuat. Aku pun tidak ada udzur yang menghalangiku untuk keluar menemui kalian, tetapi aku khawatir ia (sholat tarawih) diyakini diwajib oleh kalian." (HR Al Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Malik dan Ahmad).
Sejak saat itulah para sahabat tidak lagi melaksanakan sholat tarawih berjamaah, akan tetapi di kerjakan sendiri-sendiri hingga Rosululloh Saw wafat. Hal ini dapat difahami dari penjelasan shohih berikut ini ;
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
Diceritakan dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: "Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda tata cara. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah. Lalu Sayyidina Umar berkata: ‘Saya punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.” Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah),” (HR Bukhari).
Hal ini juga ditopang oleh hadits lainnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا
Diceritakan dari Abi Hurairah ra, ia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat di bulan Ramadhan (tarawih) di sudut masjid. Beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’ Kemudian dijawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai Al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal Al-Qur’an). Dan sahabat Ubay bin Ka’ab pun shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata, ‘Mereka itu benar, dan sebaik-baik perbuatan adalah yang mereka lakukan,” (HR Abu Dawud).
Dari petunjuk beberapa riwayat hadits tersebut diatas, berkaitan dengan imam sholat tarawih dimasa sahabat Rosululloh Saw hanya ada satu nama sahabat saja yang muncul disebut, yaitu sahabat Ubay Bin Ka'ab Ra, padahal sahabat Raosululloh Saw yang semasa dengannya yang sama-sama hafal Al Qur'an Al Karim tidak kurang dari 7 sahabat, mereka adalah sahabat Utsman Bin Affan Ra, sahabat Ali Bin Abi Tholib Ra, sahabat Adu Darda' Ra, sahabat Zaid Bin Tsabit Ra, sahabat Abu Musa Al Asy'ari Ra dan sahabat Abdulloh Ibnu Mas'ud Ra. bahkan diantara mereka ada sahabat yang paling merdu suaranya saat membaca Al Qur'an Al Karim, yaitu sahabat Abu Musa Al Asy'ari Ra, namun sahabat yang paling familier bagi ummat Islam dalam mengimami sholat Tarawih pada masa itu adalah sahabat Ubay Bin Ka'ab Ra yang saat itu menjadi imam rowatib dan ditunjuk oleh sahabat Umar Bin Khoththob Ra. Dan setiap memasuki bulan Romadhon tiba yang selalu menjadi imam sholat tarawih adalah sahabat Ubay Bin Ka'ab Ra yang notabene imam sholat rowatib hingga beliau wafat pada tahun 29 H atau 649 M, yaitu pada masa kekholifahan Utsman bin Affan Ra.
*Kesimpulan 1.*
Menyerap pelajaran dari part 2, Menurut hemat penulis ;
1. Tetap lebih utama satu imam saja dalam melaksanakan sholat tarawih sebulan penuh dibanding gonta ganti imam.
2. Imam rowatib lebih utama menjadi imam tarawih daripada imam yang hanya diundang untuk mengimami sholat tarawih saja.
B. Imam sholat rowatib adalah imam yang secara resmi ditunjuk dan diangkat oleh takmir masjid, dengan demikian pelaksanaan sholat fardhu berjamaah dimasjid tersebut telah diamanahkan kepada imam rowatib untuk memimpin. Lalu bagaimana jika takmir masjid menunjuk atau mengundang imam lain untuk mengimami pelaksanaan sholat tarawih tanpa meminta persetujuan imam sholat rowatib?
Berikut ini akan disajikan satu keterangan yang dikemukakan oleh seorang Ulama' besar pada masanya,
و من أحكام صلاة الجماعة, أنه يحرم أن يؤم الجماعة في المسجد أحد غير إمامه الراتب, إلا بإذنه أو عذره
"Dan termasuk hukum-hukum sholat berjamaah adalah *haram hukumnya* seseorang mengimami jamaah di masjid yang mana ia bukan imam rowatib (tetap)nya tanpa seijin imam tetapnya atau kerena ada udzur".
؛ ففي ( صحيح مسلم ) و غيره : و لا يؤمن الرجل الرجل في سلطانه إلا بإذنه,
Dan didalam hadits shohih Muslim disebutkan ; "Janganlah seorang mengimami orang lain di wilayah (masjid) kekuasaannya, kecuali dengan izinnya".
قال النووي : معناه أن صاحب البيت و المجلس و إمام المسجد أحق من غيره, و لأن في ذلك إساءة إلى إمام المسجد الراتب, تنفيرا عنه, و تفريقا بين المسلمين.
Al Imam An Nawawi berkata: "Maknanya bahwa pemilik rumah dan majelis serta imam masjid lebih berhak (menjadi imam) daripada orang lain, karena yang demikian itu (mengimami tanpa izin) berakibat buruk terhadap imam rawatib masjid itu, menjauhkan jamaah darinya, dan memecah persatuan muslimin.”
Lebih lanjut Imam An Nawawi ra menjelaskan:
مَعْنَاهُ : مَا ذَكَرَهُ أَصْحَابنَا وَغَيْرهمْ : أَنَّ صَاحِب الْبَيْت وَالْمَجْلِس وَإِمَام الْمَسْجِد أَحَقّ مِنْ غَيْره ، وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ الْغَيْر أَفْقَه وَأَقْرَأ وَأَوْرَع وَأَفْضَل مِنْهُ وَصَاحِب الْمَكَان أَحَقّ فَإِنْ شَاءَ تَقَدَّمَ ، وَإِنْ شَاءَ قَدَّمَ مَنْ يُرِيدهُ
Maknanya, sebagaimana disebutkan para ulama madzhab kami, bahwa pemilik rumah, atau pemilik majelis, atau imam (tetap) masjid, lebih berhak untuk menjadi imam daripada yang orang lain. Walaupun ada orang lain yang lebih alim (berilmu agama), lebih pandai membaca Al Qur’an dan lebih utama darinya. Dan pemilik tempat lebih berhak untuk menjadi imam. Ia bisa memilih apakah ia yang maju atau mempersilahkan orang lain untuk maju” (Syarah Shahih Muslim, 5/147).
Imam Asy Syaukani Ra mengatakan:
وأكثر أهل العلم أنه لا بأس بإمامة الزائر بإذن رب المكان ؛ لقوله صلى الله عليه وسلم في حديث أبي مسعود رضي الله عنه : ( إلا بإذنه )
“Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak mengapa orang yang sedang berkunjung (atau diundang) menjadi imam dengan izin pemilik tempat (yaitu imam rowatib) . Berdasarkan sabda Nabi Saw dalam hadits Ibnu Mas’ud; [kecuali diizinkan olehnya]” (Nailul Authar, 3/170).
*Kesimpulan 2*.
Menyerap pelajaran dari catatan kedua, menurut hemat penulis ;
1. Takmir masjid tidak boleh *(Haram)* mengundang atau mempersilahkan imam lain untuk mengimami sholat tarawih tanpa persetujuan imam sholat rowatib yang telah di angkat.
2. Apabila takmir masjid hendak mengundang atau mempersilahkan imam lain untuk mengimami sholat dimasjidnya, maka wajib dengan ijin atau persetujuan imam sholat rowatibnya, karena sesungguhnya kedudukan tertinggi dalam pelaksanaan sholat berjmaah adalah imam yang telah ditetapkan, bukan lagi takmir masjid.
C. Sejauh ini jika disatu masjid mengundang (contoh) 4 imam sholat tarawih selain imam rowatibnya, maka yang akan mencari dan menentukan adalah jajaran takmir masjid. dan yang perlu ditanyakan adalah apakah peserta rapat untuk menentukan imam tersebut adalah orang-orang yang memiliki wawasan yang cukup tentang fiqh imamah??. idealnya bagi takmir masjid yang akan mencari imam sholat tarawih adalah orang yang benar-benar memahami ilmu tentang hal itu, makanya sangat baik jika melibatkan imam rowatib di masjidnya, sehingga penilaiannya tidak sekedar berkutat pada suaranya yang merdu dan lagunya enak didengar, karena hal itu semua tidak terkait dengan sah atau tidaknya sholat. Terkadang, masih ada diantara diantara imam yang merdu suaranya dan bagus lagu yang dibawakananya, namun disaat belajar tidak medapatkan pelajaran tentang fiqih yang sangat erat kaitannya dengan ibadah sholat.
Jumhur ulama yaitu Mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi'i lebih mendahulukan orang yang afqah , yaitu lebih mengerti ilmu fiqih, khususnya fiqih shalat untuk menjadi imam shalat berjamaah daripada orang lebih yang fasih dalam bacaan ayat Al-Qur'an.
Dasarnya adalah Nabi صلى الله عليه وسلم ketika berhalangan shalat berjamaah pada detik-detik menjelang wafatnya, beliau meminta Abu Bakar Ash-Shiddiq ra yang kapasitasnya lebih faqih dalam urusan agama, dibanding sahabat lain untuk menggantikannya menjadi imam sholat berjamaah.
Padahal saat itu ada banyak sahabat beliau yang bacaannya jauh lebih fasih dan hafal Al Qur'an, seperti Ubay bin Ka'ab ra. Bahkan Rasulullah mengakui bahwa Ubay bin Kaab adalah orang yang paling fasih bacaan Al-Qur'an-nya.
أَقْرَؤُكُمْ أُبَيٌّ
"Orang yang paling fasih bacaannya di antara kalian adalah Ubay." (HR Tirmizy)
Dan hal yang sama juga diakui oleh banyak sahabat Nabi Saw, di antaranya pengakuan Abu Said Al-Khudhri Ra. Beliau menyatakan: "Abu Bakar adalah orang yang paling tinggi ilmunya di antara kita semua".
Namun beliau tidak meminta Ubay bin Kaab yang menggantikan posisi dirinya sebagai imam shalat berjamaah di Masjid Nabawi saat itu. Justru beliau meminta Abu Bakar Ash-Shiddiq yang notabene adalah orang yang paling paham ilmu agama dan syariah Islam.
Kesimpulan 3
1. Orang yang memilih imam hendaklah orang yang sangat memahami fiqih sholat dan fiqih imamah.
2. Imam yang utama untuk dipilih adalah imam yang memahami fiqih sholat dan fiqih imamah dan banyak hafalan Qur'annya.
D. Dinamika gonta ganti imam sholat tarawih.
Diketahui atau tidak dan diakui atau tidak bahwa dalam pelaksanaan sholat tarawih yang mengambil imam bergantian selama bulan suci Romadhon, ada terjadi dinamika yang patut untuk menjadi perenungan, diantaranya ;
1. Jika imam rowatib sama sekali tidak dijadwal , maka secara tidak langsung memarkir imam rowatibnya, padahal imam rowatiblah yang lebih utama dan berhak untuk menjadi imam di masjid tersebut.
2. Jika bacaan Qur'an imam rowatib tidak lebih merdu dan tidak lebih baik lagunya, maka imam rowatib akan dibanding-bandingkan dengan imam yang hanya mengumami sholat tarawih padahal tolok ukur imam bukan hanya suara dan bacaan saja.
3. Jika disatu masjid (contoh) mengundang empat imam tarawih, maka terjadi pada jamaah banding membandingkan antara satu imam dengan imam yang lainnya. Hal ini sangat tidak sehat, karena sebagai jamaah mestinya mendapatkan keutamaan, tapi justru membicarakan imam-imamnya.
4. Biasanya imam tarawih disatu masjid menerima bisyaroh (honor) dari takmir, ada beberapa terjadi, seorang imam sudah sepakat untuk menjadi imam tarawih di satu masjid, saat romadhon sudah dekat tiba-tiba beliau membatalkan, oleh karena beliau di undang oleh takmir masjid yang masjidnya lebih besar, lebih banyak jamaahnya dan lebih dalam hal lain-lainya. Hal ini sangat tidak sehat, karena akan mengacewakan takmir masjid dan yang tampak adalah bukan ibadah menjadi imamnya, akan tetapi ada hal lain yang kehendaki oleh imam tersebut (mhn maaf jika kurang berkenan).
5. Imam tarawih masih anak2. Dari segi bacaan sabgat bagus, akan tetapi kecakapan dari segi lain masib belum layak, misal belum bisa menjaga adab dan muruahnya .
Kesimpulan 4.
Kembali pada kesimpulan pertama , yaitu satu imam tarawih lebih utama dan kesimpulan kedua, yaitu tetap meminta persetujuan melibatkan imam rowatib jika akan mengundang imam lain.
والله اعلم بالصواب
إرسال تعليق