Oleh: KH. Makruf Khozin (Direktur Aswaja Center Jawa Timur)
Karena penginapan saya terletak di sebelah sungai Segah dan di seberang ada masjid terbuat dari kayu ulin, saya bertanya masjid siapa itu? Dijawab bahwa itu adalah masjid kesultanan Berau. Saya bertanya demikian karena mirip dengan masjid peninggalan Sultan Abdulrahman Alkadri di Pontianak.
Di hari terakhir ini saya bisa berkunjung ke istana kesultanan Berau sekaligus ziarah ke makam para Sultan. Guide kami yang merupakan salah satu keturunan keluarga Sultan menunjukkan seisi museum dan mengantar kami ke masjid sekaligus makam Sultan ke 4 yang di sebelahnya juga dikebumikan seorang ulama yang menjadi Qadhi (Hakim Agama), yang diyakini dari Banjarmasin.
Jelang kemerdekaan Indonesia juga ada seorang ulama dari Banjar, yakni Syekh Ali Al Junaidi. Beliau juga menjadi Hakim Agama dan cicit dari Syekh Arsyad Al-Banjari. Jika melihat prasasti yang tertulis di makamnya, beliau wafat pada Ramadan 1362 H atau sekitar 1943. Di tulisan pusara makamnya ternyata ayahanda beliau, Syekh Muhammad Amin juga seorang Qadhi. Kakeknya bernama Syekh Jamaluddin adalah Mufti kesultanan Berau. Dan Syekh Jamaluddin ini adalah putra Syekh Arsyad Al-Banjari.
Melihat peninggalan manuskrip berupa kitab Tauhid menunjukkan bahwa Islam yang disebarkan adalah akidah Asy'ariyah. Diperkuat pula oleh pengakuan keluarga Sultan bahwa dahulu para ulama di Berau ini adalah pengamal Tarekat Naqsyabandiyah. Kabarnya di kediaman kesultanan masih ada sekitar 30 manuskrip, namun karena singkatnya waktu tidak memungkinkan bagi saya untuk melihatnya.
Ketika saya berkunjung ke sebuah daerah dan Islam telah mengakar kuat di masyarakatnya maka saya meyakini ada ulama yang dahulu berjuang mendakwahkan Islam di tempat tersebut. Sebab Islam tidak datang secara tiba-tiba, melainkan diamanahkan di pundak orang-orang berilmu, sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam:
يحمل هذا العلمَ من كل خلف عدولُه
"Ilmu Islam ini dibawa oleh orang-orang terbaik di setiap masanya" (HR Baihaqi)
Mengapa setiap datang ke sebuah daerah saya ziarah ke makam ulama? Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
"Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar) berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami serta saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ḥasyr [59]:10)
Di ayat ini ada anjuran bagi generasi yang datang sesudah generasi awal agar mendoakan. Di antara cara mendoakan adalah berziarah ke makamnya.
Semoga Allah memberi balasan yang agung atas dakwah Islam bagi para ulama Banjar. Dan Allah memberi keberkahan kepada kita sebagaimana Allah memberi keberkahan kepada beliau-beliau. Amin....
Jazakumullah Khairan katsiran untuk Pak Andi Zulkarnain dan Pak Arif Widya
إرسال تعليق